Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Hay | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

WEBINAR BPTBA: SOLUSI PENYEDIAAN PAKAN TERNAK DI MASA PANDEMI

Pengawetan pakan ternak. (Foto: Istimewa)

Setelah sukses di webinar sebelumnya, Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Yogyakarta, kembali menyelenggarakan webinar seri III dengan menyuguhkan topik “Teknologi Pakan Ternak Alternatif, Solusi Penyediaan Pakan di Masa Pandemi”.

Webinar yang diikuti sakitar 200 orang peserta ini diselenggarakan pada Kamis (23/7/2020) secara daring, sekaligus dilakukan kerja sama dengan Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) terkait penelitian, pengembangan dan diseminasi teknologi pakan dan nutrisi ternak.

Hadir dalam webinar, Guru Besar Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan IPB, Prof Dr Ir Nahrowi, menyampaikan bahwa pakan masih menjadi agro input tinggi dengan porsi pembiayaan terbesar dalam budi daya ternak, sehingga perlu dicari alternatif untuk mendapatkan pakan berbiaya murah namun memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ternak.

“Kondisi rata-rata ternak kita saat ini, terutama untuk kelompok ternak besar seperti sapi, kondisi tubuh mereka masih sangat kurus, skor tubuh 2 dan 3. Ke depan kita berharap dengan banyaknya koleksi pakan alternatif yang dapat diaplikasikan, kondisi skor tubuh bisa naik menjadi 2 hingga 4,” kata Nahrowi yang juga Ketua AINI.

Ia menambahkan, selain mencari alternatif bahan pakan baru, teknologi terkait dengan bahan pakan tersebut juga perlu dikuasai dan disebarluaskan pada peternak. “Sehingga mereka paham dengan teknologi, diadopsinya dan dampaknya ternak yang dipelihara dapat tumbuh subur dan sehat,” ucapnya.

Hal senada juga dikatakan Ketua Kelompok Penelitian Teknologi Bioaditif Pakan, Dr Ahmad Sofyan, yang menyebut bahwa silase merupakan satu dari sekian banyak teknologi pengawetan yang dapat dikembangkan.

“Setidaknya ada tiga teknologi yang ditawarkan pada peternak, mulai dari hay atau pengawetan kering, haylage atau pengawetan semi-kering dan silase atau wet preservation, yang disukai karena mudah dan murah dalam pengerjaannya,” kata Sofyan.

Lebih lanjut, semua bahan pakan dari kelompok hijauan pakan ternak (HPT), legume beserta produk samping industri pertanian dan perkebunan, dapat diensilase namun perlu mengacu pada tata cara pembuatannya, terutama kadar air yang harus diperhatikan.

“Setidaknya ada beberapa tahapan dalam proses ensilase bahan pakan, mulai dari proses respirasisel, kemudian memproduksi asam asetat, laktat dan etanol untuk pertumbuhan bakteri pendukung dan preservasi, hingga proses panen,” jelasnya.

Terkait silase yang dihasilkan, kualitas fisik dan indikator silase yang berkualitas, Sofyan menganjurkan menggunakan aditif silase dalam mengensilase bahan pakan. Aditif silase disesuaikan dengan fungsinya, untuk menstimulasi pertumbuhan mikroba baik atau menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk.

“Kita dapat menggunakan satu atau keduanya, misalnya untuk bahan pakan tinggi protein maka diperlukan tanin untuk mengurangi proteolisis di bahan pakan dan diharapkan dapat berperan sebagai by-pass protein di rumen,” tuturnya.

Di sisi lain, imbuhan pakan juga perlu diperhitungkan dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak. Hal ini disampaikan Peneliti Teknologi Bioproses dan Produk Hewani Bidang Kesehatan Hewan, Muh. Faiz Karimy.

“Perlu dipilih imbuhan pakan digunakan sesuai dengan tujuannya, apakah untuk mengaktifkan enzim atau menghambat enzim yang tidak diperlukan ternak, sehingga ternak dapat tumbuh dengan baik. Gunakan imbuhan pakan lokal dari herbal dengan beragam kandungan non-nutrisi yang dapat meningkatkan produktivitas ternak,” kata Faiz. (Sadarman)

MEMANFAATKAN HAY UNTUK PAKAN RUMINANSIA

Tujuan pembuatan hay adalah untuk memanen hijauan pada umur optimum, yakni pada saat hijauan menjelang berbunga agar dapat diperoleh nutrisi optimal. (Sumbe: Istimewa)

Hijauan kering atau hay merupakan hijauan pakan yang pada umumnya berasal dari rerumputan atau kekacangan yang sengaja dikeringkan untuk cadangan pakan ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Hijauan yang akan dijadikan hay dipotong pada saat sebelum berbunga, sehingga kandungan nutrisinya masih tinggi.

Hijauan yang telah dipotong segera dikeringkan hingga kadar airnya turun 10-20%. Semakin rendah kadar air, semakin baik pula kualitas hay yang dihasilkan, karena dengan kadar air yang rendah, tidak terjadi lagi respirasi, fermentasi dan tumbuhnya jamur, sehingga hijauan kering menjadi tahan lama dan dapat disimpan dengan tanpa perubahan nyata nilai nutrisinya.

Hijauan segar yang dapat digunakan untuk bahan hay antara lain rumput, tanaman bebijian (serealia), biji-bijian (kekacangan), hasil sisa tanaman pertanian maupun perkebunan. Syarat hijauan yang dapat dibuat hay yakni berasal dari tanaman yang belum terlalu tua, karena kandungan karbohidrat mudah larutnya masih tinggi dan kandungan protein sedang sampai tinggi, serta tidak banyak tercampur dengan hijuan yang tidak dikehendaki.

Tujuan pembuatan hay adalah untuk memanen hijauan pada umur optimum, yakni pada saat hijauan menjelang berbunga agar dapat diperoleh nutrisi optimal, memanen hijauan pakan yang melimpah untuk persediaan pakan pada saat musim paceklik pakan dan mengawetkan hijauan dengan cara menurunkan kadar airnya. Pada ternak ruminansia, hay digunakan sebagai pakan penting untuk sumber energi (jika hay berasal dari rerumputan) dan sumber protein (jika hay berasal dari tanaman bebijian).

Hay berkualitas baik rata-rata mengandung serat kasar antara 25-35% dan total digestible nutrients (TDN) antara 45-55%. Berdasarkan kualitasnya, hay secara umum dibagi menjadi tiga kategori, yakni hay kelas I dengan kandungan protein tidak kurang dari 19% dan serat kasarnya tidak lebih dari 22%, kemudian hay kelas II dengan kandungan protein tidak kurang dari 17% dan serat kasar tidak lebih dari 25%, serta hay kelas III yang kandungan proteinnya 15% dengan kandungan serat kasar tidak lebih dari 28%.

Menurut Ristianto (2015), kualitas hay ditentukan antara lain oleh umur pemotongan hijauan, keadaan daun (rasio antara batang dan daun), warna hay, tingkat kelembutan hay dan banyak atau sedikitnya kotoran atau gulma maupun benda asing dalam hay. Kotoran yang dimaksud adalah benda lain yang tidak dikehendaki, seperti tanaman gulma, bonggol, batang atau benda lain yang berpotensi menurunkan kualitas hay.

Adapun warna hay yang pucat menunjukkan penurunan kualitas hay karena hal itu menunjukkan terjadinya kerusakan provitamin A, yang disebabkan oleh paparan sinar matahari yang terlalu lama. Oleh karena itu, sebaiknya segera setelah cukup masa pengeringan, segera dimasukkan ke gudang untuk menghindari kerusakan. Hay yang berkualitas baik adalah yang beraroma khas menyegarkan, tidak berbau apek atau menyengat. Jika hay berbau apek, berarti telah terjadi penjamuran akibat kadar air bahan hijauan yang masih tinggi pada saat penyimpananan.

Pengaruh Panas Berlebihan Terhadap Warna dan Kehilangan Nutrisi
Parameter
Suhu (°C)
Warna
Bau
Kehilangan MP
Kehilangan DP
Normal
50
Normal
Normal
-
-
Fermentasi>
50-60
Gelap
Menusuk
5-10
10-30
Fermentasi>>
60-70
Cokelat
Sangat menusuk
10-30
30-80
Over heating
>75
Hitam
Terbakar
30-60
80-100
Sumber: Watson (2009) dalam Utomo (2015).
Ket: MP (Martabat Pati), DP (Digestible Protein)

Bahan Tambahan Hay
Salah satu tantangan pembuatan hay di daerah tropis seperti di Indonesia adalah kadar airnya yang sering kali tidak dapat dicapai sesuai standar penyimpanan. Solusi untuk mengatasinya adalah perlu digunakan bahan pengawet untuk mencegah terjadinya pembusukan sekaligus mempersingkat waktu pengeringan di lahan akibat cuaca yang tidak menentu. Bahan pengawet hay yang umum digunakan antara lain bahan pengering, asam organik, garam asam, garam, anhydrous ammonia, urea, produk fermentasi, inokulan bakteri anaerob dan inokulan bakteri aerob.

Untuk pengawet dengan menggunakan garam, umum dipakai terutama pada hay berkadar air tinggi untuk meningkatkan palatabilitasnya. Penggunaan garam lebih berfungsi sebagai penghambat berkembang biaknya mikroorganisme yang tidak diinginkan, menghambat pertumbuhan jamur, sekaligus meningkatkan aroma, mempertahankan warna dan menaikkan palatabilitas hay berkualitas rendah. Perlakuannya yakni dengan penambahan garam atau sodium klorida sebanyak 10 kg/1 ton hay baru, dengan tujuan agar tidak berjamur dan menghindari heating atau pemanasan (Utomo, 2015).

Adapun penambahan bahan urea pada hay dimaksudkan untuk sumber amonia yang dihasilkan dari aktivitas urease di dalam hay. Urea yang ditambahkan umumnya 3% dosis yang kemudian di dalam hay akan diubah menjadi amonia oleh bakteri. Dosis yang lebih besar 5-7% bisa dilakukan selama proses pencetakan atau pengempesan hay dalam kadar air hingga 30%. Pemberian urea pada hay harus ditutup rapat dengan terpal plastik atau bahan lain yang kedap udara, sesegera mungkin setelah perlakuan.

Penyimpanan
Hay dapat bertahan hingga tiga tahun jika penyimpanannya dilakukan dengan baik dan benar. Adapun cara yang tepat dalam menyimpan hay adalah dalam kondisi kadar air 18-22%. Namun jika ingin hay tidak mengalami banyak perubahan selama proses penyimpanan dalam beberapa tahun, simpanlah hay pada kadar air 12-15%.

Terdapat beberapa metode penyimpanan hay, yakni disimpan dengan kondisi terurai dengan kadar air 25%, disimpan dalam bentuk gulungan dengan anjuran kadar air 20-22% dan penyimpanan dengan kondisi tercincang dengan kadar air 18-22%. Selain itu, hay bisa juga disimpan dalam bentuk balok atau kubus dengan kadar air antara 16-17%, namun bisa juga dalam kondisi kadar air 25% asal balok dibuat dalam ukuran besar.

Rekomendasi Kadar Air (%) untuk Penyimpanan Hay yang Digulung
Jenis Gulungan
Kadar Air
Balok segi empat kecil
16-18
Hay gulung (pusat lunak)
14-16
Hay gulung (pusat keras)
13-15
Balok besar persegi panjang
12-14
Hay untuk ekspor
<12
Sumber: Mickan (2009) dalam Utomo (2015).

Pemberian pakan hay pada ternak tergantung dari cara hay disimpan. Untuk hay berbentuk kubus dan tercincang misalnya, diberikan di kandang secara manual dengan cara disajikan dalam tempat pakan yang telah tersedia di kandang. Untuk hay berbentuk gulungan, perlu diurai terlebih dahulu di tempat terbuka sebelum diberikan pada ternak. Pemberian pakan dari hay sebaiknya dilakukan secara bertahap, sedikit-demi-sedikit agar ternak bisa menyesuaikan diri dan terbiasa dengan pakan tersebut. ***

Andang S. Indartono,
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer