Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Gut Health | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

SEKALI LAGI SOAL GUT HEALTH

Gambar skematis struktur lapisan epitelium usus halus pada ayam modern, dimana terdapat bentukan kripta dan vili, serta sel-sel puncah dari zona kripta yang sudah mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi enterocytes, goblet cells, paneth cells dan enteroendocrine cells.

Oleh: Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant - Jakarta)

Pasca pelarangan penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promotors) dalam pakan, publikasi dan diskusi ilmiah terkait kesehatan saluran cerna (gut health) di tataran global maupun nasional seolah tak lekang oleh waktu.  Banyaknya faktor yang terlibat dan beragamnya interaksi antar faktor yang ada ternyata tidak mudah bagi seorang praktisi lapangan untuk melacak akar gangguan kesehatan saluran cerna yang kerap menerpa ayam modern. Tulisan singkat ini mencoba menelisik bagaimana secara alamiah sistem saluran cerna khususnya usus halus dalam menunaikan peranannya sebagai tempat proses pencernaan dan absorpsi nutrisi, serta sebagai bagian sistem pertahanan tubuh dalam menghadang laju patogen via mukosa.

Ditinjau dari sudut sistem pertahanan tubuh, permukaan selaput lendir (mukosa) dari saluran-saluran pernapasan, pencernaan (gastro-intestinal) dan reproduksi (oviduk) pada ayam modern dilindungi suatu lapisan sel-sel epitelium yang tidak hanya bertanggung jawab untuk mendeteksi keberadaan suatu mikroorganisme (komensal maupun patogen), tetapi juga penting peranannya untuk menginisiasi reaksi imunitas ayam dalam rangka mengontrol populasi serta aktivitas mikroba komensal dan/atau mikroorganisme (partikel) asing lainnya.

Itulah sebabnya, jika integritas lapisan epitelium terganggu oleh pelbagai sebab (misal heat stress), maka kondisi yang ada akan memperbesar peluang terjadinya sergapan patogen yang berada di sekitar mukosa karena lumpuhnya barier terdepan pertahanan tubuh tersebut.

Mukosa Saluran Cerna 
Pada dasarnya usus halus merupakan lokasi utama terjadinya proses pencernaan dan penyerapan bahan-bahan nutrisi bagi ayam modern. Sel-sel lapisan epitelium mukosa usus halus selain dapat bertindak sebagai “transporter” (pengangkut) unsur-unsur nutritif dari lumen usus ke dalam sistem sirkulasi dan melakukan sekresi beberapa enzim pencernaan serta hormon, juga berfungsi sebagai barier mekanis maupun imunofisiologis bagi bibit penyakit (patogen) melalui sekresi pelbagai molekul kimiawi seperti glikoprotein, lisosim ataupun defensin yang dapat membunuh patogen yang mengancam integritas dinding usus halus (Gilbert et al., 2007; Peterson et al., 2014).

Ditinjau dari sisi morfologisnya, lapisan epitelium mukosa usus halus tidak hanya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2023. (toe)

KONSEP KESEHATAN USUS YANG (TERNYATA TIDAK) SESEPELE ITU

Foto: Istimewa

“Semua penyakit berawal dari usus/saluran pencernaan” kata Hippocrates, 460-370 SM. Apakah Anda setuju dengan pernyataan Hippocrates yang diutarakan jauh ratusan tahun sebelum masehi tersebut? Anda boleh setuju, boleh tidak. Namun kenyataannya jika berbicara lingkup spesies yang lebih kecil, ayam misalnya, mau tidak mau sepertinya saya setuju dengan pernyataan tersebut.

Dalam hubungan antara keberhasilan produksi dan kesehatan ayam, sangat lazim bahwa kebanyakan stakeholder menggolongkan dua faktor yang paling penting dan harus dijaga agar performa produksi tercapai dengan maksimal. Dua faktor tersebut adala kesehatan saluran pernapasan (beberapa menggunakan istilah respiratory integrity) dan kesehatan saluran pencernaan (gut health/gut integrity).

Fokus pada kesehatan saluran pencernaan. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita mendefinisikan gut health atau kesehatan usus? Istilah usus sudah jelas tetapi mengartikan kesehatan bisa menjadi tantangan tersendiri karena maknanya bisa sangat subjektif. Biasanya, kesehatan bisa diartikan sebagai kondisi tidak adanya penyakit. Kemudian kembali muncul pertanyaan, apakah hanya itu?

Dewasa ini, kesehatan usus didefiniskan sebagai kemampuan usus untuk melakukan fungsi fisiologisnya secara normal. Status kesehatan usus dihasilkan dari interaksi dinamis dari tiga komponen utama, mikrobioma, sistem kekebalan dan pengaruh eksternal, terutama nutrisi, mikroba, racun atau narkoba. Baru-baru ini, kesehatan usus alias gut health didefinisikan sebagai kemampuan usus untuk melakukan fungsi fisiologis normalnya, dimana mencakup fungsi mempertahankan homeostasis, sehingga mendukung kemampuannya untuk menghadapi faktor infeksius dan non-infeksius (Kogut et al., 2017).

Konsep kesehatan usus itu pula yang akhirnya membuat gagasan AGP digunakan pada masa lampau. AGP (antibiotic growth promotor) menjadi solusi yang sangat efisien dan efektif untuk mencapai status kesehatan usus meskipun pada akhirnya menimbulkan banyak pro dan kontra. Kita tahu selama beberapa dekade terakhir (atau bahkan lebih di beberapa negara), ada  kampanye global untuk mengurangi penggunaan antibiotik sebagai AGP dan mengadopsi pendekatan One Health untuk penggunaannya. Antibiotik yang sebelumnya sebagai pemacu pertumbuhan adalah imbuhan yang sangat berguna dan biasanya dianggap sebagai standar emas (gold standard) untuk membantu ternak mencapai potensi genetiknya.

Filsuf asal Jerman, Ludwig Feurbach (1848), pertama kali menyebutkan frase “We are what we eat”, kita adalah apa yang kita makan. Hal ini sepertinya benar adanya, karena kita sepakat pengaruh eksternal dimana salah satunya kondisi nutrisi yang mencakup jenis bahan baku yang digunakan, komposisi nutrisi, keseimbangan vitamin, makro dan mikro mineral dan lain sebagainya ternyata juga memberikan hasil yang berbeda pula dalam pertumbuhan hewan ternak.

Penggunaan AGP sekarang tidak lagi dilakukan. Mengurangi atau menghilangkan penggunaan AGP, bagaimanapun sering dikaitkan dengan terjadinya peningkatan insidensi gangguan usus. Memang masih ada beberapa kerancuan, tetapi jika total secara langsung melepas AGP (tanpa diiringi penambahan bahan pengganti) memang terdapat perubahan cukup signifikan terhadap kondisi usus.

Hal itu didukung beberapa parameter terkait jumlah mukosa, struktur dan fungsi epitel, gambaran vili-vili usus, jumlah bakteri koloni dalam usus, bahkan terdapat pula data terkait usus dan fungsinya sebagai organ imunitas (Broom, 2018).  Sehingga memahami hubungan antara pengaruh eksternal (nutrisi, faktor infeksius, lingkungan), faktor internal (mikrobiom/flora bakteri dalam usus) dan respon host (kondisi hewan) menjadi sangat penting untuk keberhasilan dalam mengurangi penggunaan antibiotik dalam pemeliharaan hewan ternak.

Usus yang baik dihuni oleh bakteri-bakteri yang membantu proses metabolisme dan pencernaan. Bakteri seperti bakteri asam laktat, bakteri yang memproduksi asam butirat, dan bakteri gram negatif seperti E. coli pun memiliki fungsi sendiri dalam habitat usus. Berbagai faktor telah dilaporkan memengaruhi pembentukan mikrobiota. Usia, makanan/diet dan obat-obatan umumnya dianggap sebagai faktor yang paling berpengaruh, tetapi sekarang faktor lingkungan, manajemen perkandangan, biosekuriti, litter/alas, semuanya telah terbukti ikut andil dalam keragaman mikrobiota usus. Pada tiga penelitian ditemukan hasil bahwa kontak dengan ayam dewasa memiliki pengaruh kuat pada komposisi mikrobiota usus anak ayam (Kubasova et al., 2019).

Penelitian lain juga menunjukkan faktor induk berpengaruh pada komposisi mikrobiota usus anak babi (PaBlack et al., 2015) dan penelitian lainnya menunjukkan bahwa usus hewan muda dipengaruhi pula oleh induk dan bisa jadi terkena mikroorganisme sebelum dilahirkan (babi) dan ditetaskan (unggas) (Leblois et al., 2017; Lee et al., 2019).

Respon host sendiri berarti kaitan saluran pencernaan dengan sistem organ yang lain, seperti contoh jika host/hewan ternak kita ternyata memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh, pastilah ada efek yang ditimbulkan juga pada status kesehatan usus. Sehingga nantinya akan muncul pertanyaan, mana yang duluan mengganggu?

Akhirnya, kita dapat melihat sejumlah konsep komersial yang dikembangkan untuk mendukung topik ini, bahkan sekarang sudah banyak sekali berbagai jenis produk dan layanan yang tersedia di pasaran. Tujuan utama untuk mencapai status “healthy gut” yang menjadi fokus industri di era penggunaan antibiotik yang lebih bijaksana saat ini diantaranya meliputi penyediaan kandang pemeliharaan yang lebih modern, program vaksinasi dan kesehatan ternak, pencegahan penyakit imunosupresif, kesehatan induk, pemberian imbuhan non-AGP untuk ternak, nutrisi yang optimal serta terjangkau dan lain sebagainya.

Dua halaman sepertinya memang tidak akan cukup untuk membahas kesehatan usus yang ternyata tidak sesepele itu. Namun pada prinsip dan praktiknya, poin-poin penting terkait faktor eksternal, internal dan respon host harusnya sudah cukup mudah untuk diterapkan dengan pemahaman yang lebih sederhana. Seperti misalnya jika pada ayam broiler, jika pakan yang diberikan baik, manajemen pemeliharaan dan kesehatan baik, sumber indukan baik (sehingga DOC juga sehat), akan menghasilkan performa maksimal. ***

Ditulis oleh:
M. Yulianto (Ian) Wibowo
T&S Manager Anpario Biotech Indonesia,
dokter hewan dan peternak ayam broiler

MENJAGA KESEHATAN SALURAN PENCERNAAN BERSAMA GALLINAT PLUS


Derek Dretzler menyampaikan materi dalam webinar


Pasca dilarangnya penggunaan AGP dalam pakan ternak oleh pemerintah, masalah kesehatan saluran cerna menjadi hal yang kerap terjadi dalam suatu peternakan. Hal tersebut disampaikan oleh Didi Widjaja National Sales Manager Jefo Nutrition Indonesia dalam sebuah webinar bertajuk "Gut Health How We Can Manage This In Challanging Time", Selasa (22/3) melalui daring Zoom Meeting. Acara tersebut digagas oleh Jefo Nutrition Indonesia dan BEC Feed Solution Indonesia.

Dalam webinar tersebut dikupas banyak mengenai cara menjaga kesehatan saluran pencernaan pada unggas. Tidak main - main, narasumber yang dihadirkan yakni para pakar perunggasan baik nasional maupun internasional. 

Presenter pertama yakni Tony Unandar, anggota dewan pakar ASOHI sekaligus konsultan perunggasan yang tentu sudah tak asing lagi di dunia perunggasan Indonesia. Dalam presentasinya Tony mengatakan bahwa gangguan pada saluran pencernaan merupakan suatu kejadian kompleks yang disebabkan oleh multifaktor. 

"Dokter hewan harus dapat menganalisis dengan cermat sebelum menegakkan diagnosis dan memberikan treatment pada kasus gangguan pencernaan, jangan sampai salah apalagi kasus yang terkait penggunaan antibiotik," tutur Tony.

Lalu kemudian Tony menjabarkan banyak fakta dan pengalamannya dalam menghadapi kasus - kasus penyakit yang berkaitan dengan saluran pencernaan pada unggas. Secara detil ia merinci beberapa perbedaan penyakit infeksius seperti koksidiosis, nekrotik enteritis, dan salmonellosis.

Kemudian presenter berganti pada David Marks selaku Intensive Livestock Specialist Jefo. Dia menjelaskan mengenai manajemen pemeliharaan terkait pemeliharaan ayam yang mengendepankan pendekatan holistik dalam meminimalisir penyakit pada saluran pencernaan.

Lalu presentasi dilengkapi oleh Derek Detzler Global Technical Manager Poultry Jefo. Yang menarik dalam presentasinya, selain menjelaskan mengenai produk Gallinat Plus yang juga di launching pada hari itu.Gallinat Plus merupakan produk feed additif yang merupakan kombinasi antara asam organik dan essential oil yang berfungsi menjaga kesehatan saluran pencernaan pada ayam.

Yang menarik dari presentasi adalah ketika Derek juga membeberkan secara langsung trial yang dilakukan di farm miliknya. Terlebih lagi ketika dirinya menghadapi pembatasan penggunaan antibiotik di negaranya.

"Saya juga seorang peternak, pembatasan antibiotik di negara kami membuat kami beralih, dan kalau dibilang saya hanya mempromosikan produk ini secara teknik, saya rasa kurang tepat, karena saya juga mencobanya di farm saya, dan performa di farm kami overall bagus," tutur Derek.

Di akhir sesi diadakan sesi tanya jawab yang cukup interaktif dimana pertanyaan dari audiens dijawab dengan jelas dan dapat dimengerti secara seksama. Selain itu dibagikan juga beberapa doorprize kepada para audiens. (CR)

DISKUSI VIRTUAL BIOMIN : FOKUS PADA REDUKSI PENGGUNAAN ANTIMIKROBIAL PADA PAKAN


Biomin menggelar diskusi daring secara interaktif untuk menyelesaikan permasalahan terkait

Jumat (10/12) yang lalu Biomin menggelar diskusi virtual yang bertajuk "Antimicrobial Reduction in Feed, Your Question Answered". Sebelumnya, dalam diskusi tersebut peserta undangan diminta mengirimkan pertanyaan terkait masalah peternakan terutama yang berkaitan dengan penggunaan antimikroba dalam pakan, yang kemudian dijawab oleh para expert dari Biomin.

Hadir sebagai narasumber nama - nama seperti Neil Gannon Regional Product Manager Gut Health, Maia Segura Wang dari divisi R&D Biomin, dan Lorran Gabrado selaku Global Product Manager Mycotoxin Risk Management. Acara tersebut dimoderatori oleh Michele Muccio Regional Product Manager Mycotoxin Management dari Biomin.

Dalam presentasinya yang singkat, Neil Gannon mengatakan bahwa dunia menghadapi permasalahan terkait penggunaan antimikroba yang berlebihan, khususnya di bidang peternakan. Ia menjelaskan bahwasanya residu antimikroba pada produk hewan merupakan masalah yang serius. Hal tersebut berkaitan dengan kualitas produk. Selain itu masalah lain yang ditimbulkan adalah menyebarnya bakteri yang resisten terhadap antimikroba yang menyebar melalui produk hewani yang dikonsumsi oleh manusia, 

"Dengan begitu apabila ada mikroba yang menginfeksi manusia tentunya akan menjadi sulit disembuhkan karena mikroba tersebut resisten terhadap antimikroba, ini masalah yang serius bagi peternakan kita," tutur Neil.

Meneruskan pendapat Neil, Maia Segura mengatakan bahwasanya masalah diperparah dengan performa dan produksi hewan. Menurutnya di era dimana antimikroba sudah tak lagi digunakan, tentunya performa dan produksi dari ternak harus "diakali" sedemikian rupa dan peternak maupun stakeholder yang berkecimpung harus pandai - pandai dalam meracik formulasi pakan baik secara komposisi hingga feed additive yang digunakan.

"Banyak sekali hal yang harus diganti, tadinya kita bisa menggunakan antikoksidia seperti diclazuril, atau Zinc Basitrasin untuk menjaga performa, sekarang mereka tidak dapat lagi digunakan, karenanya dibutuhkan alternatif lain pengganti sediaan tersebut agar performa tetap terjaga," tuturnya.

Sementara itu, Lorran Gabardo memaparkan akan bahaya mikotoksin ditengah isu penggunaan antimikroba tersebut. Menurutnya stakeholder banyak yang "lalai" dan terkesan mengesampingkan keberadaan mikotoksin, padahal mikotoksin dalam pakan juga dapat mempengaruhi performa ternak, bahkan mengganggu program kesehatan yang diterapkan di farm.

"Contohnya DON (Dioxynivalenol) alias vomitoksin yang dihasilkan kapang Fusarium sp. mereka terbukti dapat menghambat efektivitas program vaksinasi pada ternak unggas. Ini juga merupakan masalah yang cukup serius," tutur Lorran.

Dalam sesi tanya jawab secara live, baik Lorran, Neil, dan Maia menjawab berbagai pertanyaan dari para audience terkait mikotoksin, kesehatan saluran pencernaan, serta tips dan trik terkait pemilihan dan penggunaan feed additive pada pakan agar performa lebih maksimal (CR)


ZOETIS GUT HEALTH WORKSHOP VII

Foto bersama Zoetis Gut Health Workshop VII. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kebijakan berbagai negara termasuk Indonesia terkait pelarangan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (AGP) yang berlaku sejak Januari 2018 lalu, yang tertuang dalam Permentan No. 14/2017, masih menjadi polemik bagi peternak. Sebab, selama ini AGP sangat lumrah digunakan peternak untuk meningkatkan performa dan menekan pertumbuhan bakteri di saluran pencernaan unggas.

Beberapa kalangan menyebut, sejak pelarangan AGP diberlakukan, banyak kasus penyakit saluran pencernaan bermunculan di lapangan dan kerap menghantui peternak dan ternaknya. Hal itu menjadi kepedulian PT Zoetis Animalhealth Indonesia, menyelenggarakan 2019 APAC Poultry Gut Health Workshop VII bertajuk “Enhance Poultry Performance by Managing Gut Health in Antibiotic Stewardship Era”, 19-20 Maret 2019.

“Workhshop ini sebagai bukti kepedulian kami untuk meningkatkan kesehatan ternak, khususnya pada saluran pencernaan dalam melawan tantangan koksi dan nekrotik enteritis. Kami secara konsisten memfasilitasi forum ini sejak 2012,” ujar General Manager Zoetis Indonesia, Drh Ulrich Eriki Ginting, saat menyambut peserta yang hadir di Jakarta.

Ia menambahkan, para peserta yang hadir dari beberapa negara, seperti India, Thailand, Taiwan, Vietnam dan lainnya, bisa mendapat pengetahuan yang baik mengenai antisipasi tantangan pada kesehatan saluran pencernaan unggas.

“Saya yakin topik yang dibahas pada forum kali ini akan sangat bermanfaat untuk peserta, sekaligus menjadi ajang diskusi dengan para pakar perunggasan untuk mencari solusi mengenai tantangan kesehatan saluran pencernaan,” ucapnya.

Dimoderatori oleh Prof Dr Drh I Wayan T. Wibawan, MS dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB, workshop menampilkan pembicara Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Private Poultry Consultant Dr Tony Unandar, Senior Director Commercial Development & Lifecycle Management Poultry Dr Dieter Vancraeynest DVM PhD dan Outcomes Research Director APAC & Greater China Cluster Dr Choew Kong Mah DVM.

Selain menggelar seminar, PT Zoetis Animalhealth Indonesia juga mengadakan pelatihan diagnosis dan identifikasi Eimeria bagi peserta. Pelatihan dilakukan di laboratorium protozoologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, dengan narasumber Prof Dr Drh Umi Cahyaningsih MS.

Menurut salah satu peserta seminar, Drh Eko Prasetio selaku commercial poultry farm consultant, mengatakan, seminar yang diselenggarakan Zoetis sangat bermanfaat bagi praktisi perunggasan.

“Kalau melihat program Zoetis yang secara berkala dilakukan untuk mengedukasi peserta terkait kebijakan pemerintah (AGP-banned) yang akhir-akhir ini membuat kesehatan pencernaan menjadi problem utama. Kegiatan ini secara keseluruhan sangat bermanfaat, khususnya bagi praktisi. Seminar dan pelatihannya sangat membantu memberi gambaran di lapangan ketika ada kasus dan menjadi lebih terarah dalam memberikan rekomendasinya,” katanya. (RBS)

Zoetis Gut Health Seminar 2018

Foto bareng Zoetis Gut Health Seminar 2018.
Bertempat di Fairmont Hotel Jakarta, PT Zoetis Animalhealth Indonesia, kembali menyelenggarakan acara rutin tahunan yakni Zoetis Gut Health Seminar, yang dilaksanakan pada Kamis, 15 Maret 2018.

Bahasan seminar kali ini berfokus pada peningkatan performa unggas tanpa penggunaan antibiotik yang pada tahun ini Indonesia telah resmi melakukan pelarangannya. Menurut General Manager PT Zoetis Indonesia, Ulrich Eriki Ginting, mangatakan, lewat seminar ini diharapkan peserta mendapat pemahaman dan pengertian yang lebih baik mengenai bagaimana meningkatkan performa ternak dan penggunaan antibiotik pada unggas.

“Diharapkan dari acara ini kita bisa bagaimana ke depannya meningkatkan performa unggas menjadi lebih baik lagi dan penggunaan antibiotik bisa lebih bijaksana serta bertanggung jawab. Tentunya ini adalah hal yang ingin kita lakukan bersama-sama demi menciptakan pangan yang sehat bagi masyarakat,” ujar Eriki dalam sambutannya.

Ia menambahkan, materi kali ini juga berkaitan dengan peraturan pemerintah mengenai pelarangan penggunaan antibiotik khususnya untuk pertumbuhan (AGP). “Intinya bagaimana kita bisa melaksanakan Permentan 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan dan Permentan 22/2017 tentang Pendaftaran dan Peredaran Pakan, di mana kita semua terlibat di dalamnya,” tambahnya seraya mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta dan pembicara yang hadir.

Pada kesempatan itu, turut hadir sebagai pembicara adalah Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Direktur Pakan kementerian Pertanian Ir Sri Widayati yang diwakili Kasubdit Mutu dan Keamanan Pakan Ossy Ponsia, kemudian Senior Director, Technical Services Poultry USA Drh Jon Schaeffer dan Peneliti Bidang Nutrisi dan Pakan Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Prof Budi Tangendjaja, serta Poultry Consultant Dr Tony Unandar.

Seminar sehari yang dimulai sejak pagi hari pukul 09:00 WIB ini rata-rata dihadiri peserta dari beberapa perusahaan pakan di Indonesia. Diakui oleh salah satu peserta, Sony Martahadi dari PT Cargill Indonesia, seminar yang menampilkan pakar-pakar yang handal dibidangnya ini sangat baik dan bermanfaat.

“Terutama dari segi teknis bahasannya. Dengan begitu peternak nantinya jadi lebih yakin bahwa feedmill ini berusaha untuk menyajikan pakan yang berkualitas dan bisa menggantikan fungsi AGP, khususnya dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan,” katanya. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer