Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Fumonisin | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MEMBEBASKAN PAKAN DARI ANCAMAN TOKSIN

Jagung sebagai bahan baku pakan rentan tercemar mikotoksin. (Foto: Infovet/Ridwan)

Toksin, atau lazim disebut dengan mikotoksin dalam dunia peternakan. Permasalahan klasik yang kerap kali mengintai semua unit usaha yang bergerak di bidang perunggasan dari hulu maupun hilir.

Toksin dapat diartikan sebagai senyawa beracun yang diproduksi di dalam sel atau organisme hidup, dalam dunia veteriner disepakati terminologi biotoksin dalam menyebut mikotoksin maupun toksin lainnya, karena toksin diproduksi secara biologis oleh makhluk hidup memalui metabolisme bukan artificial (buatan). 

Dalam industri pakan ternak seringkali didengar istilah mikotoksin (racun yang dihasilkan oleh cendawan/kapang/jamur). Sampai saat ini cemaran dan kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak masih membayangi tiap unit usaha peternakan, tidak hanya di negeri ini tetapi juga di seluruh dunia.

Mikotoksin selalu Menjadi Momok
Dalam dunia peternakan, setidaknya ada tujuh jenis mikotoksin yang menjadi tokoh “protagonis”, ketujuhnya seringkali mengontaminasi pakan dan menyebabkan masalah pada ternak. Terkadang dalam satu kasus, tidak hanya satu mikotoksin yang terdapat dalam sebuah sampel. Peternak pun dibuat kerepotan oleh ulah mereka. Adapun jenis toksin yang penting untuk diketahui diantaranya, Aflatoksin, Ochratoksin, Fumonisin, Zearalenon, Ergot Alkaloid, Deoxynivalenol (DON)/Vomitoksin dan T-2 Toksin.

Menurut Managing Director Biomin Indonesia, Drh Rochmiyati Setiarsih, masalah mikotoksin merupakan masalah klasik yang terus berulang dan sangat sulit diberantas. “Banyak faktor yang memengaruhi kenapa mikotoksin sangat sulit diberantas, misalnya saja dari cara pengolahan jagung yang salah,” tutur wanita yang akrab disapa Yati tersebut.

Di Indonesia kebanyakan petani jagung hanya mengandalkan iklim dalam mengeringkan jagungnya, dengan bantuan sinar matahari/manual biasanya petani menjemur jagung hasil panennya. Mungkin ketika musim panas hasil pengeringan akan baik, namun pada musim basah (penghujan), sinar matahari tentu tidak bisa diandalkan. “Jika pengeringan tidak sempurna, kadar air dalam jagung akan tinggi, sehingga disukai oleh kapang. Lalu kapang akan berkembang di situ dan menghasilkan toksin,” katanya.

Masih masalah iklim menurut Yati, Indonesia yang beriklim tropis merupakan wadah alamiah bagi mikroba termasuk kapang dalam berkembang biak. “Penyimpanan juga harus diperhatikan, salah dalam menyimpan jagung artinya... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2019.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer