Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Chronic Respiratory Disease | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENJAGA KESEHATAN SALURAN PERNAPASAN

Ayam yang dipelihara dalam lingkungan terbatas membutuhkan faktor pendukung yang ideal untuk pertumbuhan optimal. (Foto: Shutterstock)

Kesehatan saluran pernapasan ayam sangat penting untuk mencapai target produktivitas, baik pada ayam pedaging maupun petelur. Ayam yang dipelihara dalam lingkungan terbatas membutuhkan faktor pendukung yang ideal untuk pertumbuhan optimal, sehingga dapat berproduksi maksimal. Faktor pendukung tersebut adalah udara, air dan pakan. Bila ketiga faktor tersebut terpenuhi secara ideal, kemampuan bibit penyakit berkurang, apalagi bila biosekuriti dilakukan secara optimal.

Wilayah Indonesia beriklim tropis, ini merupakan tempat yang sangat baik untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen penyebab penyakit dengan gejala kelainan sistem pernapasan pada ayam. Hal ini disebabkan adanya perubahan temperatur dan kelembapan ekstrem pada siang dan malam hari, serta pada saat terjadinya perubahan musim dari kemarau ke penghujan.

Berdasarkan laporan pengamatan dan penanganan kasus oleh Veterinary Representative di lapangan, penyakit-penyakit pernapasan merupakan tipe penyakit paling sering ditemukan. Besarnya komposisi penyakit tipe pernapasan lebih dari 60% dibanding jumlah tipe penyakit lainnya. Dari tipe penyakit pernapasan yang menyerang ayam petelur dan pedaging, Chronic Respiratory Disease (CRD) dan Complex Chronic Respiratory Disease (CCRD) menjadi kasus paling sering muncul, disusul Coryza dan Colibacillosis.

Chronic Respiratory Disease 
Merupakan penyakit pernapasan utama pada ayam disebabkan Mycoplasma gallisepticum, yang dapat menyerang ayam pada semua periode umur produksi. CRD merupakan penyakit endemik yang merusak sistem pernapasan dan reproduksi. Penyakit ini sudah tersebar di seluruh dunia dan sangat merugikan industri perunggasan. Untuk itu, usaha untuk menanggulangi CRD pada ayam di Indonesia sudah sering dilakukan tetapi sampai saat ini masih sering terjadi.

Proses penyakit CRD berjalan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2021.

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, Jakarta
Telp: 021-8300300

TRIK JITU TANGANI SERANGAN PENYAKIT BAKTERIAL

Desinfektan celup kaki, contoh sederhana penerapan biosekuriti. (Sumber: viv.net)

Dalam dunia mikroorganisme, bakteri merupakan salah satu yang paling sering dibicarakan. Terutama bakteri yang bersifat patogen. Celakanya, dalam dunia peternakan khususnya unggas, bakteri-bakteri patogen kerap kali menjadi biang permasalahan.

Menjaga kesehatan ternak demi menuai performa yang produktif wajib hukumnya. Terlebih lagi dalam perunggasan, selain penyakit non-infeksius, penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri sering kali terdengar mewabah. Kadang wabah dari infeksi bakteri yang terjadi di suatu peternakan ayam dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Oleh karenanya dibutuhkan trik-trik jitu dalam menanganinya. 

Karena Bakteri jadi Merugi
Kesuksesan mengontrol bakteri patogen, menghindari kontaminasi, mencegah multifikasi dan menyebabkan penyakit, menurut Ensminger (2004) adalah salah satu kunci sukses dalam menjaga performa dan produksi ternak. Namun, tidak semua peternak mampu melakukan hal tersebut. Cerita datang dari Marzuki, peternak asal Tanah Tinggi, Tangerang. Pernah ia mengalami kerugian akibat wabah penyakit CRD (Chronic Respiratory Disease) kompleks beberapa tahun lalu.

Awal mula menjadi peternak broiler, ia mengira bahwa memelihara ayam mudah, hanya tinggal memberi pakan dan menunggu saja, walaupun kenyataannya tidak. Dirinya baru mengetahui bahwa ayamnya terserang Colibacillosis ketika ada staf technical service suatu perusahaan obat mendatangi kandangnya.

“Saya enggak tahu-menahu awalnya, yang saya tahu penyakit ayam kalau enggak tetelo atau flu burung,” kata Marzuki. Ia kemudian secara perlahan mempelajari mengenai manajemen pemeliharaan yang baik dan benar dari berbagai sumber. Ketika diserang Colibacillosis, kerugian ekonomi yang diderita Marzuki mencapai 50% dari total ayamnya.

Menurut Product Manager PT Sanbe Farma, Drh Dewi Nawang Palupi, infeksi bakteri sangat berbahaya dan merugikan. Ia menegaskan, penyakit bakterial seperti Colibacillosis ditentukan oleh manajemen kebersihan kandang. Terlebih jika manajemen kebersihan kandang buruk dan tidak menerapkan sanitasi dalam kandang dan air minum.

“Kematian sekitar 1-2%, dan bisa berlangsung lama bila tidak ditangani dengan baik. Jika terjadi di minggu pertama masa pemeliharaan ,kematian bisa mencapai 10-15%. Saya menduga jika kematian sampai 50% ada campur tangan penyakit lain (komplikasi),” jelas Dewi.

Kendati demikian, Dewi juga menjelaskan bahwa Colibacillosis seseungguhnya bukan penyakit yang serta-merta menyerang begitu saja. Kemungkinan jika ada kandang yang terserang Colibacillosis itu hanya dampak sampingan saja. “E. Coli itu bakteri komensal di usus dan organ pencernaan, jadi kalau tiba-tiba berubah jadi patogen pasti karena... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah infovet edisi Mei 2019

KENDALIKAN AMONIA SEBELUM CRD MERUSAK

Ngorok, merupakan manifestasi klinis yang sering terlihat pada CRD. (Istimewa)

Siapa tidak tahu Chronic Respiratory Disease atau yang biasa disingkat CRD, peternak manapun di Indonesia pasti sangat fasih mengenai penyakit tersebut. Hampir seluruh peternakan ayam broiler komersil di Indonesia terutama yang masih menggunakan sistem kandang terbuka pasti pernah terinfeksi CRD. Seakan tanpa celah, kasus CRD selalu terulang dan tidak ada habisnya.

Seluruh peternak ayam broiler kawakan pasti sudah hafal sekali dengan penyakit ini. Bakteri penyebabnya, gejala klinisnya, akibat yang ditimbulkannya, bahkan sampai dengan terapi dalam mengobatinya. Namun mengapa kasus ini selalu terulang? Tentunya harus ada antisipasi lebih agar CRD tidak selalu menjadi residivis yang menyebabkan kerugian lebih lanjut.

Mengapa Terus Berulang?
Penyakit yang pada hakikatnya disebabkan oleh Mycoplasma gallinarrum ini termasuk menjadi kasus “langganan” terutama pada peternakan broiler komersil. Sekedar flashback saat masih duduk di bangku perkuliahan, ketika menemukan ayam dengan gejala klinis nafas terengah-engah (panting) yang disertai dengan ngorok, peradangan pada konjugtiva dan bahkan pertumbuhan yang cenderung terhambat, arah diagnosis sudah menuju kesitu.

Terlebih lagi apabila ayam-ayam dengan gejala klinis tadi di-nekropsi dengan temuan berupa airscaculitis (peradangan kantung hawa), pericarditis (peradangan selaput jantung), serta perihepatitis (peradangan selaput hati), maka bisa dipastikan ayam tersebut mengidap CRD. Ditambah lagi dengan berbagai peradangan pada saluran pernafasan bagian atas dan juga infeksi sekunder dari bakteri E.coli yang mengakibatkan timbulnya perkejuan, maka sudah sangat pas bahwa diagnosis penyakit tersebut adalah CRD kompleks.

Pada dasarnya bakteri M. gallinarum sebenarnya adalah bakteri yang memang ada pada  lingkungan dan juga di dalam saluran pernafasan ayam itu sendiri, seperti halnya E. coli pada saluran pencernaan. Lalu mengapa bisa menginfeksi ayam? Hal tersebut disebabkan oleh gas amonia yang dihasilkan oleh feses ayam. Menurut Rachmawati (2000), dalam sehari seekor ayam rata-rata bisa mengeluarkan kotoran sebanyak 0,15 kg dan dari total kotoran tersebut biasanya terkandung nitrogen 2,94%.

Pada dasarnya, nitrogen dalam metabolisme protein makhluk hidup diekskresikan ke luar tubuh dalam dua bentuk senyawa kimia, yaitu urea atau asam urat. Jika masih berbentuk asam urat, nitrogen akan didekomposisi (diubah bentuknya) terlebih dahulu menjadi senyawa urea oleh bakteri ureolitik di lingkungan. Adanya kelembaban yang tinggi dan suhu yang relatif rendahlah yang akan membuat urea-urea yang mengandung nitrogen tadi akhirnya terurai menjadi gas amonia dan CO2.

Sisa nitrogen inilah yang nantinya akan menjadi sumber amonia. Celakanya, gas amonia tersebut memiliki daya iritasi yang tinggi dan dapat terserap oleh mukosa membran pada mata dan saluran pencernaan ayam. Mukosa, sel epitel dan bulu getar (cilia) yang terdapat dalam saluran pernafasan berperan sebagai pertahanan tubuh pertama yang menghambat masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh ayam. Kerusakan pada organ tubuh tersebut akan menjadi stimulator serangan kuman penyakit saluran pernafasan seperti CRD. Hal inilah yang membuat penyakit CRD sulit dihilangkan dan cenderung berulang kejadiannya dalam suatu peternakan.

Pengaruh Amonia Bagi Kesehatan Ayam
Seperti yang sudah penulis sebutkan di atas tadi, amonia merupakan gas yang bersifat iritan (menyebabkan iritasi) pada mukosa, tentunya ada batas aman kadar amonia dalam kandang, tetapi apabila sudah melewati batas tersebut, jangan harap saluran pernafasan ayam akan sehat. Dalam pengendalian penyakit CRD, kadar gas amonia harus pada batas aman. Selain mengakibatkan iritasi pada saluran pernafasan hewan, gas amonia juga dapat mengiritasi... (CR)


Selengkapnya baca Majalah infovet edisi April 2019.

Sisi Lain dari Mycoplasma “Penyakit Menahun yang Selalu Ada”

Air sacculitis yang ditemukan pada DOC yang menggambarkan penyebaran vertikal dari induk. (Sumber: Istimewa)

Penyakit saluran pernafasan mendapat perhatian ekstra, baik pada ternak layer, breeder sampai broiler. Penanganan dan antisipasi di layer farm dan breeder farm bisa diantisipasi dengan vaksinasi menggunakan beberapa penyakit yang menyerang saluran pernafasan, baik vaksin live ataupun vaksin killed, namun di broiler vaksinasi tidak selengkap di layer farm karena siklusnya yang pendek.

Ada satu link yang saling berhubungan erat baik di layer, breeder dan broiler, dan hampir semua sepakat mengatakan pengobatannya sangat sulit, berulang dan cost-nya cukup tinggi hanya untuk membebaskan farm dari penyakit ini. Peternak biasanya menyebutnya dengan CRD atau Chronic Respiratory Diseases yang disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum (MG).

Mycoplasma gallisepticum akan ditransferkan dari induk ke anak (DOC), sehingga akan mengakibatkan penyebaran 100% di kandang yang diakibatkan oleh bawaan induk. Hal ini tidak mengenal pengecualian, baik di layer, breeder maupun broiler. Ditambah lagi dengan penyebaran yang terjadi pada ayam di bawah empat minggu, akan menghasilkan gejala klinis lebih berat dibanding dengan ayam di atas empat minggu. Apabila tidak ditangani dengan sempurna, infeksi sekunder akan lebih mudah masuk dari awal, baik viral maupun bakterial, maka penanganan MG ini ketika terserang diumur di atas empat minggu.

Tidak seperti bakteri pada umumnya yang bersifat ektraseluler, bakteri ini dapat menginfeksi makrofag dan sel darah putih, sehingga dikategorikan sebagai intraseluler patogen dan dengan sifat inilah yang menyebabkan pengobatan terhadap mycoplasma seakan-akan tidak efektif dan cenderung berulang-ulang, hampir mirip dengan Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC yang memerlukan pengobatan intensif, dan karena sifat menginfeksi makrofag inilah beberapa ahli ada yang mengatakan MG sebagai salah satu penyakit imunosupresi.

Banyak yang ingin membunuh bakteri ini baik dengan antibiotik atau dengan sistem kekebalan tubuh berupa makrofag, namun bakteri ini justru bisa bersembunyi di dalam makrofag. Sudah tentu dengan sifat bakteri seperti ini, opsi untuk membuat kandang bebas mycoplasma hanya ada dua, antara lain DOC harus benar-benar free mycoplasma ditambah single age farm atau culling semua flok yang positif mycoplasma seperti yang dilakukan di beberapa negara lain. Karena pilihan tersebut sulit dilakukan, maka yang bisa dilakukan adalah berdamai dengan mycoplasma lewat tiga pilihan, yakni vaksinasi, antibiotik rutin dan berkala, serta kombinasi antara vaksin dengan antibiotik.

Antibiotik terhadap mycoplasma umum diberikan terutama saat DOC, baik layer, breeder maupun broiler, apabila mencurigai ada vertikal transmisi dari induk dan mencegah gejala klinis yang berat di awal pertumbuhan. Untuk mengetahui hal ini...

Drh Agus Prastowo
Technical Manager PT Elanco

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Januari 2019.

Gambaran Dinamika Penyakit Unggas 2019

Penanganan penyakit menjadi kunci sukses usaha budidaya unggas. (sumber: Google)

Penyakit merupakan satu dari banyak tantangan yang akan terus merintangi usaha budidaya ternak. Perkembangan penyakit unggas di lapangan sangat dinamis dan terkadang sulit ditebak, bagaimana kira-kira prediksi penyakit unggas di 2019? Tentu akan sangat menarik untuk dicermati.

Hari berlalu tahun berganti, namun penyakit-penyakit unggas tetap terus menghantui. Jika budidaya ternak diibaratkan sebagai perang, penyakit merupakan musuh yang paling pantang menyerah dalam meneror usaha budidaya. Bagaimana tidak?, walaupun di kandang ayam terlihat sehat secara kasat mata, bisa jadi kondisi ayam tidak sepenuhnya sehat, oleh karenanya kewaspadaan diperlukan agar peternak tidak kecolongan.

Ngorok yang Tak Pernah Usai
Ada suatu kutipan dalam bahasa Inggris yang berbunyi, “nothing last forever”. Mungkin kutipan tersebut kurang tepat untuk beberapa jenis penyakit unggas. Pasalnya, beberapa penyakit unggas justru “long lasting forever”. Sebut saja penyakit CRD (Chronic Respiratory Disease), Coryza dan Colibacillosis. Entah bagaimana penyakit-penyakit tadi sangat betah menebar teror kepada para peternak di Indonesia.

“Setiap kandang dengan sistem open house pasti pernah kena CRD atau Coryza apalagi Colibacillosis, saya yakin banget,” ujar Prof I Wayan Teguh Wibawan, dosen Fakultas Kedokteran Hewan IPB sekaligus praktisi perunggasan. Menurutnya, CRD adalah penyakit “langganan” yang sudah mendarah daging di sektor perunggasan Indonesia.

Prof Wayan menegaskan, penyakit-penyakit tadi sangat sulit dieradikasi karena memang bukan hanya terkait dengan si agen infeksi, tetapi juga perkara manajemen pemeliharaan. “Sekarang begini, kita semua tahu bahwa negara ini kondisi iklimnya sangat mendukung untuk siklus hidup mikrobiologi patogen, tapi karena faktor kita yang lengah dan tidak peduli, siklus penyakit jadi sulit diputus, oleh karenanya kita juga harus eling bahwa kita jangan betah diteror penyakit,” ucap dia.

Yang kadang peternak luput adalah, penyakit-penyakit di atas tadi adalah pintu gerbang bagi agen patogen lainnya untuk masuk ke dalam kandang. “Kalau mereka sudah berkolaborasi, baru tuh mereka kalang-kabut kelabakan, saya sering banget ditanya harus seperti apa,” ungkap Prof Wayan.

Berkaitan dengan ketiga penyakit tadi, Prof Wayan merekomendasikan agar peternak tidak memaksakan diri dalam mengisi kandang. Artinya, ketika harga bagus peternak seringkali mengisi kandang overload, sehingga kandang terlalu padat, sirkulasi udara buruk dan kadar amoniak terlalu tinggi. Amoniak tadi akan mengiritasi ayam di dalam kandang terus-menerus dan menyebabkan peradangan pada slauran pernafasan. Dari situ mikroba patogen akan mengambil alih dan memperparah peradangan tersebut.

“Perbaiki cara pemeliharaan juga, ini berpengaruh. Mindset jangan hanya keuntungan saja, selain itu patuhi istirahat kandang. Jangan ketika harga (ayam) sedang oke, kandang dipaksa berproduksi terus, gawat itu,” tukas Prof Wayan. Menurut dia, apabila manajemen pemeliharaan yang buruk tetap dipertahankan, penyakit-penyakit tersebut di atas akan terus eksis sampai kapanpun.

Dampak Pelarangan AGP
Sejak diberlakukannya Permentan No. 14/2017 tentang pelarangan antibiotik sebagai imbuhan pakan, pro dan kontra di lapangan terus terjadi. Beberapa pihak mengklaim bahwa pelarangan penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promotor) membuat ayam menjadi rentan terhadap penyakit, namun ada juga yang menganggap pelarangan penggunaan AGP tidak banyak membawa pengaruh pada kesehatan ayam.

Darmawan, peternak kemitraan asal Tuban, ketika ditemui Infovet menyatakan, sejak pelarangan AGP kandangnya sangat sulit untuk perform. “Sekarang beda, enggak pakai antibiotik ayam jadi mudah sekali mencret, sudah begitu tingkat kematiannya juga lumayan kalau enggak kita upayakan,” tutur Darmawan.

Hal senada juga diutarakan Jarwadi, salah satu peternak layer asal Lamongan. “Nyekrek dan mencret-nya jadi lebih sering, produksi telur juga turun entah mengapa, mungkin karena pakan non-AGP, yang jelas sekarang peternak harus punya lebih banyak jurus untuk menghadapi hal-hal seperti itu,” ucap Jarwadi.

Sementara, Pakar Kesehatan Unggas dan Konsultan Perunggasan, Tony Unandar, juga angkat bicara mengenai pelarangan AGP. Menurut Tony, ketika AGP dilarang, yang justru berbahaya dan dikhawatirkan adalah ancaman Koksidiosis. “Banyak yang bilang ke saya kalau semenjak pakan tidak diberi AGP, Koksidiosis marak terjadi. Sudah banyak yang konfirmasi juga ke laboratorium, kalau itu benar Koksidiosis,” ujar Tony.

Ia melanjutkan bahwa ketika AGP dilarang, yang justru berbahaya dan dikhawatirkan adalah ancaman... (CR)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Desember 2018.

Kasus Penyakit Penting di Tahun 2018

Salah satu penyakit CRD kompleks yang diikuti oleh infeksi E. Coli.

Fenomena kejadian penyakit di tahun 2018 relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini dilatarberlakangi juga oleh kondisi challenge penyakit yang tinggi disebabkan bibit penyakit yang semakin berkembang dan kompleks. Penyakit kekinian seperti Inclusion body hepatitis (IBH) mejadi catatan spesial dimana penyakit ini secara valid dan terbukti menyerang pada umumnya ayam broiler dengan diagnosa final melalui histopatologi.

Berdasarkan pengalaman penulis, disini kami akan membagikan beberapa kasus penyakit paling penting dan sering terjadi di tahun 2018 baik yang menimpa ayam broiler maupun layer.

Chronic Respiratory Diseases (CRD)
Mycoplasmosis terutama yang disebabkan oleh Mycoplasma Gallisepticum (MG) merupakan ancaman yang nyata dan sangat berperan dalam gangguan sistem pernapasan ini. Kuman MG yang menempel di silia sel pernafasan akan mengeluarkan endotoksin kemudian melemahkan sistem mukosiliaris. Sumber kontaminasi MG di broiler farm terutama dari burung liar, mobilitas pekerja kandang, kendaraan yang terkontaminasi serta DOC yang terkontaminasi akibat infeksi vertikal dari induknya. Sejatinya Mycoplasma mudah mati dalam lingkungan dengan temperatur tinggi, kadar oksigen yang tinggi, kelembaban yang relatif rendah, dan hampir semua jenis desinfektan mampu membunuhnya. Tetapi kondisi ventilasi kandang yang jelek akan mengakibatkan kelembaban udara dan kadar amonia dalam kandang akan meningkat dan konsekuensinya adalah tekanan oksigen akan menurun. Hal ini yang menyebabkan Mycoplasma yang sudah berada di permukaan sel pernafasan akan berkembang biak dengan cepat dan menggangu sistem mukosiliaris sehingga rentan akan munculnya infeksi sekunder.

Kontrol yang paling tepat untuk meminimalkan munculnya kasus pernafasan yang dipicu oleh MG adalah melalui kedisiplinan pelaksanaan program sanitasi, pemilihan DOC yang minim kontaminasi MG dan didukung dengan pengaturan ventilasi atau tatalaksana kandang yang berhubungan dengan kecukupan oksigen di kandang. Program kontrol di broiler dengan antibiotik khusus untuk MG merupakan pilihan terakhir dan program sebaiknya didasarkan dengan melihat status MG di DOC yang diterima pada saat kedatangan. Untuk memudahkan kontrol, sangat disarankan memilih DOC yang induknya sudah divaksin dengan vaksin MG live.

Infectious Bronchitis
Dari berbagai faktor di atas, ada beberapa faktor pencetus utama yang sering dijumpai dan menyebabkan integritas sistem kekebalan mukosiliaris ini terganggu antara lain kadar amonia dan debu yang berlebih, infeksi kuman Mycoplasma terutama Mycoplasma Gallisepticum, infeksi virus Infectious Bronchitis dan reaksi pasca vaksin pernafasan seperti ND dan IB live.

Inclusion Body Hepatitis (IBH)
IBH menjadi momok yang menakutkan bagi para peternak, hakekat penyakit ini mirip dengan IBD tetapi lebih hebat dampaknya terhadap mortalitas dan perubahan organ kekebalan tubuh. Kematian yang disebabkan oleh IBH bisa terjadi lebih awal di umur 15 hari dan dapat diperparah oleh kondisi ventilasi yang buruk. Manifestasi fase dini IBH biasanya ada pembengkakan ringan organ...


Drh Sumarno
Manager AHS, PT Sierad Produce, TBK


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Desember 2018.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer