Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Better Pharma | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENGGUNAKAN ANTIMIKROBA SECARA CERDAS BERSAMA BETTER PHARMA

Dr Kanjana Imslip Melakukan Presentasi Secara Online

Isu resistensi antimikroba sudah menjadi isu global yang bahkan hendak dibahas dalam pertemuan G-20. Sektor peternakan menjadi sorotan karena dinilai menyumbang persentase yang tinggi karena praktik penggunaan antimikroba yang serampangan.

Better Pharma selaku perusahaan obat hewan terkemuka menggelar webinar bertajuk "Antibitotic Smart Used, Could Be Done?" melalui daring Zoom Meeting pada Senin (25/4). Dalam webinar tersebut yang bertindak sebagai narasumber yakni Dr Kanjana Imslip dari Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan Kasetsart University, Bangkok.

Dalam presentasinya kita dibawa kembali mempelajari mata kuliah farmakologi. ia menjelaskan lebih detail mengenai berbagai hal terutama aspek farmakodinamik dan farmakokinetik dari suatu sediaan. Selain itu Dr Imslip juga menjelaskan terkait faktor - faktor yang mempengaruhi bioavabilitas dan distribusi sediaan antimikroba.

"Terdapat banyak sekali faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih sediaan antimikroba yang tepat untuk pasien kita, diataranya adalah spesies hewan, rute pemberian, serta faktor psikokimia lainnya, nah ini yang harus kita pertimbangkan," tuturnya.

Selain itu Dr Im juga menjelaskan juga interaksi antar antimikroba, mana saja yang sinergis bahkan yang antagonis. Ini juga merupakan pertimbangan dari seorang dokter hewan dalam mengombinasikan antimikroba (bila perlu).

Terakhir yang menjadi perhatian akan isu resistensi antimikroba dan residu antimikroba adalah tatacara dan waktu penggunaan. Dr Im mengingatkan pada para petugas medis agar bijak dalam menggunakan antimikroba, selain menjadi senjata terakhir, penggunaan antimikroba juga harus mempedulikan withdrawal time dari sediaannya.

"Agar tidak terjadi residu, sebainya diperhatikan waktu panen dan waktu paruh obat. Contoh misalnya pada ayam, jika waktu ayam dipanen sediaan antimikrobanya belum melewati withdrawal time, ini bahaya pasti akan ada residu di produk hewannya, nah ini makanya harus diperhatikan" tutupnya (CR)

MENGATASI DIARE PADA UNGGAS BERSAMA BETTER PHARMA

Prof Thaweesak Songserm


Diare menjadi momok menakutkan pada peternakan unggas, gejala klinis berupa diare biasanya merupakan manifestasi klinis dari suatu penyakit atau suatu ketidakberesan dalam manajemen pemeliharaan. Better Pharma memahami kondisi tersebut dengan mengadakan webinar bertajuk How to Fight Poultry Diarrhea & Wet Dropping with The Right Solution Selasa (15/3) melalui daring Zoom Meeting.

Hadir sebagai narasumber yakni Prof Dr Thaweesak Songserm yang merupakan pakar perunggasan dari Kasetsart University Bangkok, Thailand. Menurutnya sangat jelas bahwa diare merupakan gangguan dari saluran pencernaan dengan kausa multifaktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal misalnya keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan, dan faktor eksternal yang berkaitan dengan manajemen pemeliharaan mulai dari kualitas pakan dan air minum, ventilasi, brooding, dan lain sebagainya.

"Ini merupakan tantangan bagi tiap peternak bahwa sangat penting menjaga kesehatan dan integritas dari saluran pencernaan, karena menurut saya saluran pencernaan ayam ibarat sebuah kawasan industri yang hampir bekerja tanpa henti," tuturnya.

Lebih lanjut Prof Thaweesak me-review kembali fungsi dari masing - masing organ pada saluran pencernaan. Ia juga menyinggung keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan yang dimana dalam keadaan tidak seimbang, akan terjadi juga diare karena ayam gagal melakukan proses homeostasis.

Ia kemudian membagi penyebab diare menjadi dua yakni infeksius dan non-infeksius. Diare infeksius terjadi karena mikroba patogen semisal bakteri (Salmonella, E.coli, dll), virus (avian reovirus), dan parasit (cacing, koksidia,protozoa lain). Sedangkan diare non infeksius terjadi akibat kesalahan manajemen baik pada kualitas pakan, komposisi pakan, serta kondisi lingkungan.

"Untuk mengenali diare yang infeksius dan non-infeksius dibutuhkan pengalaman dan kecermatan dari para petugas di lapangan supaya kondisi tersebut dapat ditangani dengan baik dan benar, karena jika tidak segera ditangani akan berakibat kerugian masif," tuturnya.

Tidak lupa Better Pharma melakukan launching produknya yang berfungsi untuk mengatasi diare dan wet dropping pada unggas. Produk dengan bahan aktif halquinol itu disebut - sebut sebagai sediaan paling efektif dalam mengatasi diare pada unggas. (CR)


AGAR PULLET BERKEMBANG DENGAN BAIK

Dr Seksom Attamangkune

Ayam petelur modern merupakan ternak produktivitas tinggi dengan potensi genetik yang luar biasa.  Namun sayang, beberapa peternak kurang bisa memanfaatkan potensi genetik tersebut. Sebagai ternak dengan produktivitas tinggi dan potensi genetik yang baik, diperlukan pula manajemen pemeliharaan yang maksimal.

PT Better Pharma Indonesia (Betagro Group) selaku pelaku usaha obat hewan di Indonesia mengadakan webinar terkait nutrisi pullet pada Selasa (19/10) yang lalu melalui daring zoom meeting. International Animal Business Sales Director Better Pharma Kittiphat Duklong mengatakan bahwa tujuan dari webinar tersebut yakni untuk mengedukasi para peternak terutama customer Better Pharma dalam mengaplikasikan manajemen pemeliharaan terbaik bagi ayam layernya.

Narasumber yang dihadirkan pun merupakan ahli perunggasan kelas dunia yakni Dr Seksom Attamangkune yang meraih gelar Ph.D dari Oregon State University dan diakui kepakarannya dalam nutrisi unggas.

Dalam presentasinya Dr Seksom menekankan pentingnya pengaplikasian manajemen pemeliharaan yang baik pada ternak secara keseluruhan, khususnya nutrisi. Hal tersebut karena ternak petelur modern membutuhkan pakan berkualitas yang ditunjang dengan manajemen pemeliharaan terbaik agar dapat memaksimalkan potensi genetiknya.

Ia mengatakan bahwa fase pullet merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan ayam petelur modern karena keberhasilan di fase ini akan menentukan masa depan produktivitas ayam saat fase laying.

"Ada 3 goals yang harus dicapai pada fase pullet yakni mencapai bobot badan yang standar, memiliki frame (konformitas pertulangan) yang baik, serta mengonsistenkan feed intake. Kebanyakan peternak hanya memikirkan bobot badan saja tanpa memperhatikan pertulangan, padahal ini penting," tuturnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya fase brooding untuk layer, karena dalam fase tersebut sel - sel pada ayam akan mengalami hiperplasia dimana menentukan pertumbuhan ayam di fase selanjutnya. Oleh karenanya brooding juga harus diperhatikan dan harus dimanage dengan baik.

"Fase pullet juga bergantung pada brooding, pada usia 0-6 minggu sistem digesti dan imun akan berkembang, di usia 6-12 minggu sistem muskuloskeletal dan bulu yang akan berkembang, diikuti perkembangan otot, sumsum tulang serta sistem reproduksi pada 12-18 minggu, oleh karenany persiapan yang matang harus dilakukan untuk diaplikasikan karena maksimal dalam 12 minggu perkembangan sistem skeletal harus baik," tutur Dr Seksom. (CR)


SEMINAR VIRTUAL AMI BAHAS AFRICAN SWINE FEVER

Seminar virtual AMI yang membahas mengenai wabah ASF. (Foto: Dok. Infovet)

Kamis, 10 Desember 2020. Bekerja sama dengan Ceva Animal Health Indonesia dan Better Pharma, Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI) sukses menggelar seminar secara virtual membahas mengenai African Swine Fever (ASF) yang merebak di Indonesia.

Seperti diketahui ASF mulai menyebar di Tanah Air beberapa tahun lalu dan langsung menyebar ke peternakan babi di Indonesia dan memusnahkan jutaan ekor ternak babi. “Sekitar 3 juta kurang lebih populasi babi kita sudah habis. ASF ini sudah banyak menyerang peternak babi di Indonesia,” ujar Ketua AMI, Dr Sauland Sinaga dalam opening speech-nya.

Sementara ditambahkan Country Manager Ceva Indonesia, Drh Eddy Purwoko, untuk melawan ASF pihaknya bekerja sama dengan Better Pharma turut membantu meningkatkan kepercayaan diri peternak dalam melawan ASF agar terjadi peningkatan populasi babi di Indonesia.

“Sejak awal tahun kita bekerja sama dengan Better Pharma untuk melengkapi kebutuhan peternak mengenai produk disinfektan, agar peternak confident meningkatkan populasi ternak babinya di tengah wabah ASF,” ungkap Eddy.

ASF sendiri menyerang segala jenis umur babi dan virusnya mampu bertahan dalam produk/daging babi. Oleh karena itu, biosekuriti dan disinfeksi menjadi fokus utama yang harus diperkuat para peternak babi di Indonesia untuk mengurangi wabah.

Kontrol transportasi dan hewan carrier seperti tikus menjadi beberapa cara yang bisa dilakukan peternak untuk menekan penyebaran ASF dari satu farm ke farm lain. Hal itu seperti disampaikan Technical Specialist Better Pharma International Bussines, Dr Waranee, sebagai pembicara yang membahas “Penggunaan Disinfektan yang Tepat sebagai Kunci Penanganan ASF.”

Waranee juga menjelaskan beberapa penggunaan disinfektan yang efektif dalam meminimalisir ASF di peternakan, mulai dari yang digunakan secara semprot maupun melalui air minum.

Selain dia, dihadirkan pula pembicara selaku pemerhati kesehatan dan nutrisi peternakan babi yang juga anggota AMI, Drh Michael Indra, yang mengupas soal “Meningkatkan Jumlah Produksi Anak Babi di Masa Pandemi ASF.”

Webinar yang dihadiri sekitar 165 peserta ini dimulai sejak pukul 09:00 WIB dan dipandu oleh praktisi kesehatan hewan yang juga anggota ADHMI, Drh Antonia Agnes. Seminar diakhiri dengan sesi tanya-jawab dan beberapa peserta yang mengajukan pertanyaan mendapat cinderamata dari panitia penyelenggara. (RBS)

CEVA DAN BETTER PHARMA INDONESIA: KOLABORASI MEMBERIKAN SOLUSI LENGKAP

Penyelenggaraan seminar di Jakarta (Foto: Dok. Ceva)


Pada 18 dan 20 Februari 2020, Ceva Animal Health Indonesia berkolaborasi dengan Better Pharma Indonesia, perusahaan kesehatan hewan asal Thailand, menyelenggarakan seminar teknis berjudul "Disease Control Management Through Biosecurity" di Jakarta dan Solo.

Sebagai leader di vaksin untuk unggas, Ceva Indonesia selalu menyampaikan dua hal penting dalam pencegahan penyakit yaitu vaksinasi dan biosekuriti. Vaksin yang berkualitas dan teknik vaksinasi yang baik harus didukung oleh biosekuriti yang ketat dan konsisten untuk pencegahan penyakit yang efektif.

Kegiatan seminar di Solo (Foto: Dok. Ceva)

Dihadiri kurang lebih 70 pelanggan dari broiler, hatchery dan layer, seminar ini menghadirkan Prof Dr drh Michael sebagai salah satu pembicara. Prof Michael menyampaikan bahwa sanitasi dan desinfeksi adalah pilar utama dalam biosekuriti.

Dalam kesempatan yang sama, Ayatullah M Natsir sebagai Technical & Marketing Manager Ceva Indonesia memaparkan bahwa dalam proses vaksinasi, selain clinical protection kita juga harus memperhatikan reduction of shedding. “Pilihlah vaksin yang tepat dan mampu mengurangi shedding di lapangan,” ungkap Ayat, dalam keterangan resmi yang diterima Infovet, Senin (6/4).

Pembicara terakhir yaitu Dr Waranee, Technical Specialist Better Pharma menutup seminar dengan menyampaikan biosecurity concept solutions yaitu sanitasi dan desinfeksi melalui foam gun.

Dalam kolaborasi ini Better Pharma memperkenalkan produk desinfektan dan vitamin (DUALGUARD 20, IODOX, BETATOP 200 dan ADEK 126) yang merupakan anak perusahan Betagro Group, Thailand. Hal ini Ceva lakukan untuk memberikan solusi lengkap untuk para pelanggan.

“Hubungan baik antara Better Pharma dan Ceva juga terjalin di negara Thailand, dimana Betagro group merupakan salah satu distributor produk-produk Ceva di Thailand. Sehingga, kenapa tidak kolaborasi baik ini kita jalin di Indonesia," ucap Edy Purwoko, Country Manager Ceva Animal Health Indonesia. (Rilis Ceva/INF)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer