Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Beta Glucan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

GELIAT SENYAP BETA-GLUCAN


Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

Pada era pasca non-AGP (antibiotic growth promoter), disamping konsistensi implementasi konsep-konsep biosekuritas di lapangan, juga optimalisasi sistem imunitas ayam menjadi pilihan penting yang sangat favorit. Penelitian yang paling anyar di tingkat imunologi molekuler tampaknya sukses memenuhi harapan peternak dalam situasi yang sedang gonjang-ganjing tersebut. Penggunaan senyawa beta-glucan (BG) sebagai imunomodulator misalnya, adalah salah satu topik kunci yang didiskusikan dalam Intestinal Health Scientific Interested Group (IHSIG) Symposium ke-6 pada awal April silam di Roma. Penulis mencoba merangkai hasil-hasil penelitian terakhir terkait BG dari forum “bergengsi” tersebut.

Sistem Kekebalan Unggas
Disamping punya beberapa kesamaan, ternyata model-model dalam sistem imunitas mamalia tidaklah sepenuhnya dapat diekstrapolasikan dengan model-model sistem imunitas pada unggas. Ada perbedaan dalam hal gen dan molekul yang terlibat, sel dan organ yang terlibat serta mekanisme fungsionalnya. Pada ayam misalnya, ada perbedaan dalam seleksi Toll-like receptors (TLRs) pada permukaan sel fagosit, defensin, khemokin, antibodi dan beberapa molekul imunitas lainnya. Bangsa unggas tidak mempunyai eosinofil, namun fungsinya secara ekivalen diambil alih oleh heterofil yang serupa netrofil pada mamalia. Bangsa unggas juga tidak mempunyai limfonodus (kelenjar getah bening) seperti pada mamalia, tapi mempunyai Bursa Fabricius. Bursa Fabricius inilah yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan pendewasaan reseptor sel limfosit-B (B-cell receptor). Tak hanya itu jaringan limfonodus di mesentrium pada mamalia, pada unggas berupa GALT (gut-associated lymphoid tissue) dalam bentuk Meckel’s Diverticulum, Peyer Patches dan Ceca Tonsil dalam jaringan submukosa dinding usus. Perlu diketahui, mekanisme imunitas akibat perbedaan reseptor inilah selanjutnya tentu menimbulkan perbedaan secara mendasar dari respon imunologis dalam tataran molekuler.

Hampir sama seperti pada mamalia, sistem imunitas unggas terdiri dari dua komponen dasar yang saling berinteraksi satu sama lain, yaitu sistem pertahanan sel (innate immune system) dan sistem kekebalan (adaptive immune system). Sistem pertahanan sel ini secara mendasar merupakan gugus pertahanan terdepan (first line of defense) dalam sistem imunitas yang bertujuan untuk melawan pelbagai bentuk patogen (baik virus, bakteri, jamur atau parasit lainnya) dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencetuskan reaksi spesifik pada sistem kekebalan (adaptive immune system). Cermati gambar 1.



Di dalam sistem pertahanan sel (innate immune system) termasuk juga barrier fisik dan kimiawi yang berfungsi untuk mencegah invasi patogen ke dalam jaringan tubuh induk semang. Barrier ini berupa sel-sel epidermis (kulit) atau mukosa (selaput lendir), sekreta dari sel-sel epidermis atau mukosa dan asam lambung (gastric juices).

Komponen innate immune system lainnya adalah sel-sel darah, khususnya dari sub-populasi butir darah putih (white blood cells) yang dapat bertindak menghancurkan struktur fisiko-kimiawi partikel/sel patogen. Sel-sel darah putih yang mempunyai kemampuan untuk memangsa dan menghancurkan patogen tersebut sering kali disebut juga sel-sel fagosit (phagocytic cells), misalnya makrofag (termasuk dendritic cells), heterofil (setara dengan netrofil pada mamalia), trombosit dan natural killer cells.

Umumnya, sel-sel fagosit yang beragam bentuknya ini diaktivasi oleh komponen penciri dari sel atau partikel patogen yang disebut Microbe-Associated Molecular Patterns (MAMPs) atau kadangkala disebut juga Pathogen-Associated Molecular Patterns (PAMPs) yang dapat dikenali oleh Toll-like Receptors (TLRs) yang berada pada permukaan sel-sel fagosit tersebut. Contoh dari suatu MAMP adalah lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding sel bakteri Gram negatif dan asam lipoteikhoat (lipoteichoic acid) pada dinding sel kuman Gram positif.

Sistem kekebalan (adaptive immunity) jauh lebih kompleks dari sistem pertahanan sel (innate immunity), dibagi dalam dua bentuk yaitu kekebalan humoral atau kekebalan dengan perantaraan antibodi (humoral immunity) dan kekebalan dengan perantaraan sel (cell-mediated immunity). Kekebalan humoral melibatkan sel limfosit-B yang menghasilkan antibodi, sementara itu kekebalan dengan perantaraan sel melibatkan cytotoxic lymphocytes atau killer lymphocytes dan helper-T lymphocyte yang bertugas menyerang langsung patogen yang ada.

Sel Makrofag
Makrofag adalah sel fagosit yang besar dan memegang peranan yang krusial baik dalam innate immunity maupun adaptive immunity terhadap patogen yang menyerang induk semang (Qureshi, 2003). Makrofag sejatinya berasal dari sel-sel puncah (stem cells) dari sumsum tulang. Begitu matang dan bermigrasi ke dalam sistem peredaran darah, sel puncah tadi dikenal sebagai sel-sel monosit (monocytes) dan merupakan komponen populasi mayoritas dari sel-sel fagosit bagi unggas. Selanjutnya, monosit dapat berkembang menjadi makrofag dalam berbagai jaringan tubuh. Pada beberapa jaringan tubuh, makrofag pada unggas di kenal sebagai parabronchial macrophages (paru-paru), osteoblast (tulang), microglia cells (otak), kupffer cells (hati) dan hystiocytes (jaringan ikat). Dendritic cells merupakan tampilan lain dari makrofag yang umumnya ditemukan pada lapisan sub-mukosa dari jaringan-jaringan viseral, termasuk sepanjang saluran gastro-intestinal unggas.

Dalam suatu tipikal respon imunitas, sel makrofag mengenali komponen penciri spesifik (specific markers) pada permukaan sel ataupun partikel patogen yang dikenal sebagai MAMPs atau PAMPs seperti yang telah dijelaskan diatas. MAMPs atau PAMPs ini berikatan secara spesifik dengan reseptor tertentu pada permukaan sel fagosit (misalnya makrofag) yang dikenal sebagai Toll-like Receptors atau TLRs (Medzhitov et al, 1997). Bangsa unggas mempunyai 10 jenis TLRs dan 5 jenis diantaranya sama dengan pada mamalia (Temperley et al, 2008). Kunci TLRs pada ayam sebenarnya terletak pada TLR-2 yang dapat mengenali komponen peptidoglikan dari patogen, TLR-4 mengikat LPS yang umum pada bakteri Gram negatif, TLR-5 mengenali flagellin yang umum pada bakteria berflagella serta TLR-21 yang mengenali “unmethylated CpG DNA” yang umum ditemui pada bakteria (Keestra et al, 2010).

Bagian tertentu bakteria (yaitu MAMPs) yang berikatan dengan komponen tertentu (TLRs) yang terdapat pada permukaan sel makrofag, lalu ditelan (internalisasi) kedalam sitoplasma dan membentuk fagosom (phagosome). Sebuah makrofag dapat melakukan internalisasi satu atau beberapa bakteria sekaligus. Selanjutnya fagosom berdifusi (bersatu) dengan lisosom (lysosome) membentuk fago-lisosom (phago-lysosome). Di dalam fago-lisosom inilah struktur kimiawi bakteri yang telah diinternalisasi mengalami degradasi akibat kinerja enzim lisosim yang terdapat dalam lisosom. Tahap selanjutnya, makrofag mempresentasikan komponen peptida dari bakteria atau determinan antigenik lainnya pada permukaan selnya untuk menginduksi sel limfosit B atau T bagi adaptive immune response. Lihat gambar 2.



Makrofag pada ayam juga menghasilkan beberapa jenis sitokin (cytokines). Sitokin adalah protein terlarut yang memberikan sinyal-sinyal tertentu (signaling proteins) dalam proses pengaturan respon imunitas. Selain oleh makrofag, sebenarnya sitokin dapat diproduksi juga oleh beberapa tipe sel yang terlibat dalam proses respon imunitas. Namun, tetap saja makrofag yang sudah mengalami aktivasi oleh adanya MAMPs atau PAMPs dan menghasilkan sitokin tertentu merupakan tahapan inisiasi krusial baik untuk humoral immunity maupun cell-mediated immunity.

Sebagai contoh Interleukin (IL)-12 yang diproduksi oleh makrofag yang sudah lebih dulu diaktivasi pasti akan menstimulasi Helper T-lymphocytes tipe 1 (Th1). Selanjutnya, kondisi ini akan menginduksi produksi tambahan sitokin lainnya yang memegang peranan penting dalam cell-mediated immunity, yaitu  IL-1β, interferon (IFN)γ, IL-2 dan tumor necrosis factor (TNF)α.

Jika akibat aktivasi oleh MAMPs atau PAMPs makrofag memproduksi IL-4, maka protein sinyal ini akan menginduksi Helper T-lymphocytes tipe 2 (Th2) yang selanjutnya akan menghasilkan tambahan sitokin dalam bentuk IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13 yang terlibat dalam humoral immune response.



Konsep Imunomodulasi
Menurut kamus umum imunologi, ada beberapa penjelasan terkait dengan imunomodulasi, yaitu:
a) “Adjusting the immune response to a desired level”: menyesuaikan atau memodulasi respon imunitas suatu flok ayam ke level imunitas flok seperti yang diharapkan, yaitu dalam dimensi antibodi dengan titer yang tinggi, seragam dan berkesinambungan (persistensi).
b) “Priming the immune system”: tindakan memberikan gertakan atau stimulasi awal terhadap sistem imunitas suatu flok ayam supaya imunitas flok cepat terbentuk dan dengan titer antibodi yang protektif, seragam serta persisten.
c) “Switching the immune system to stand-by mode at reasonable energy cost”: memberikan gertakan dini (aktivasi awal) pada sistem imunitas sehingga beberapa sel yang bertanggungjawab pada sistem imunitas itu selalu dalam keadaan siaga untuk memberikan respon lanjut yang cepat dan dengan penggunaan nutrisi ataupun energi yang tidak boros (terkait biaya).

Di lapangan, untuk area yang tantangan patogennya cukup tinggi, dampak dari adanya imunomodulasi (positif) atau imunostimulan terhadap imunitas flok adalah pencapaian titer protektif yang relatif lebih cepat dan seragam serta dengan persistensi titer yang lebih stabil. Dilain pihak, dalam keadaan normal (tidak ada tantangan patogen), efek imunomodulasi dapat membuat komponen sel-sel innate immunity khususnya makrofag selalu dalam keadaan “siaga”, namun dengan penggunaan energi seminimal mungkin.

Mengenal Beta-Glucan
Beta-glucan adalah suatu prebiotik yang mempunyai rantai polimer dari molekul glukosa, mirip dengan pati (starch) dan selulosa. Dapat diproduksi oleh yeast, jamur tertentu (mushroom dan shitake), biji-bijian tertentu (oat atau barley), bakteria dan alga (atau ganggang). Beta-glucan juga ditemukan pada dinding sel mikroorganisme yang mempunyai potensi sebagai patogen (patobionts), misalnya bakteria dan yeast.



Pada penelitian imunologi molekuler, ternyata senyawa Beta-glucan dapat menginduksi innate immunity pada hewan ataupun manusia jika diberikan secara oral, kontak langsung via kulit dan atau diberikan via per-injeksi. Karena fakta inilah maka senyawa Beta-glucan termasuk dalam senyawa-senyawa aktif yang secara fisio-imunologis tergolong Pathogen Associated Molecular Patterns (PAMPs).

Ditinjau dari sumber dan struktur kimiawinya, maka senyawa Beta-glucan ada beberapa jenis yaitu:
a) Alga (terutama mikro-alga) dan bakteria terutama menghasilkan senyawa linier beta-1,3-glucan (β-1,3-glucan) yang homogen.
b) Yeast (terutama pada dinding selnya) memproduksi suatu senyawa linier beta-1,3-glucan dengan cabang-cabang yang panjang beta-1,6-glucan pada sisinya.
c) Jamur khususnya mushroom dan shitake memproduksi suatu senyawa linier beta-1,3-glucan dengan cabang-cabang yang pendek beta-1,6-glucan pada sisinya (sebagai skeleton). 
d) Biji-bijian khususnya oat atau barley mampu menghasilkan senyawa rantai linier beta-1,3-glucan dan beta-1,4-glucan secara bergantian.



Reseptor dari sel-sel imunitas seperti sel makrofag, sel dendritik dan helper-T cells (khususnya Dectin-1 pada permukaan selnya dan yang tergolong dalam kelompok Toll-like Receptors/TLRs) dapat mengikat secara spesifik segmen-segmen rantai beta-1,3-glucan, sedangkan beta-glucan dari biji-bijian walaupun tidak bisa mempengaruhi sistem imunitas namun dapat digunakan untuk kontrol kadar gula darah dan kolesterol. Oleh sebab itu, segmen-segmen rantai beta-1,3-glucan yang dihasilkan dari alga, yeast serta jamur tertentu dapat digunakan sebagai imunostimulan atau imunomodulator yang aman, karena berasal dari organisme hidup, bukan sintetik.



Pada alga dan jamur senyawa beta-glucan sebagai cadangan makanannya (energy deposit), sedangkan pada yeast merupakan komponen dinding selnya. 

Namun perlu dicatat, potensi beta-glucan sebagai suatu imunomodulator sangat tergantung dari sumbernya (asalnya), struktur kimiawinya, kemurniannya, dan proses pembuatan sediaan yang ada (Chen et al., 2009). Tegasnya, tidak semua sediaan beta-glucan mempunyai potensi yang sama sebagai imunomodulator.

Disamping itu, penggunaan beta-glucan sejak DOC juga memberikan beberapa dampak positif yaitu: perkembangan villi usus yang lebih banyak dan panjang, serta tingginya jumlah sel mangkok (Goblet cells) pada lapisan epitelium dinding usus (Shao et al., 2013). Beta-glucan juga meningkatkan efek dalam kemampuan sel fagosit untuk memangsa patogen (phagocytic activity dan phagocytic capability) yang lebih banyak (Guo et al., 2003).  

Demikian juga halnya jika beta-glucan diberikan sejak DOC, maka prevalensi kasus-kasus Salmonellosis yang disebabkan oleh Salmonella enteritidis pada ayam broiler sangat menurun secara signifikan (Lowry et at., 2005).

Penulis mendapatkan kesan bahwa secara “senyap” senyawa beta-glucan via mekanismenya sebagai suatu imunomodulator adalah pendekatan sisi lain yang menjanjikan dalam menghadang laju gerakan patogen di lapangan pasca non-AGP untuk mengkontaminasi produk akhir atau bahkan “merogoh” kocek para peternak. (toe)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer