Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Bebas AGP | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Selamat Datang di Tahun Tanpa AGP

Untuk memacu performa unggas tidak selalu menggunakan AGP,
masih banyak pengganti yang dapat digunakan, bahkan manajemen pemeliharaan pun harus diutamakan.

((Wacana pelarangan penggunaan Antibiotic Growth Promoters (AGP) memang sudah sejak lama bergulir di dunia peternakan Indonesia. Namun pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian baru berani melarang penggunaan AGP pada tahun 2018.))

Sejak ditemukannya penicillin pertama kali oleh Sir Alexander Flemming pada tahun 1928, antibiotik mengalami perkembangan yang pesat. Tidak hanya digunakan untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri pada manusia saja, antibiotik pun juga digunakan dalam pengobatan dan pemacu pertumbuhan (growth promoter) hewan ternak.
Penggunaan antibiotik sebagai growth promoter (AGP) bagi unggas sudah berlangsung cukup lama. Tujuannnya adalah agar terjadi keseimbangan mikroflora di saluran pencernaan unggas. Dengan menggunakan AGP, performance menjadi lebih baik dengan nilai Feed Convertion Rate (FCR) yang relatif rendah.
Ada juga pro dan kontra mengenai penggunaan AGP tersebut. Pihak yang pro berdalih bahwa belum ada yang sebaik AGP dalam memacu performa. Sementara pihak yang kontra mengkhawatirkan efek residu pada AGP yang mungkin terjadi dan mencemari produk hasil unggas, sehingga menyebabkan resistensi antibiotik pada manusia.

Menjadi Kontroversi
Setelah melalui berbagai kajian dan pertimbangan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian mengambil keputusan agar semua jenis antibiotik tidak digunakan lagi sebagai growth promoter per 1 Januari 2018.
Ketika dikonfirmasi oleh awak Infovet, Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, Drh I Ketut Diarmita, mengatakan, pemerintah mengambil langkah tersebut untuk melindungi hewan, masyarakat dan lingkungan. “Penggunaan antibiotik sebagai growth promoter memang kita stop, tapi untuk medikasi masih boleh,” kata Ketut.
Ia melanjutkan, menurut kajian yang telah dilakukan oleh para ahli baik di dalam dan luar negeri, penggunaan AGP dapat memacu resistensi pada ternak, selain itu ada kemungkinan bahwa AGP akan menimbulkan efek residu pada produk peternakan yang akan membahayakan manusia. “Intinya peraturan ini juga sudah ada di undang-undang peternakan dan pemerintah berniat pula menjalankan amanat itu,” ujarnya.
Ketut menyadari, bahwa langkah yang diambil oleh pemerintah sudah barang tentu akan menimbulkan pro dan kontra di dunia perunggasan Indonesia, oleh karenanya ia selalu berusaha untuk terbuka, mendekatkan diri, berdiskusi dan menerima saran serta kritikan yang konstruktif dalam menanggapi permasalahan ini. (CR)



Baca selengkapnya di Majalah Infovet edisi 282 Januari 2018. Selamat membaca.

Monitoring Pakan Pasca Pelarangan AGP, Jaminan Mutu dan Keamanan Pakan

Pakan yang diproduksi dan diedarkan harus terjamin mutu dan keamanannya.

Kebutuhan protein hewani pada skala global terus meningkat khususnya di negara-negara berkembang seiring dengan meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat. Bahan pakan yang tersedia dituntut berkualitas dan aman, mengingat sangat berpengaruh terhadap produk ternak dan performanya. Apalagi era perdagangan bebas saat ini menuntut produk bermutu sesuai standar SNI (Standard Nasional Indonesia) dan standard internasional (Codex Alimentarius Commision).
Kendati begitu, belum semua pakan yang diproduksi telah sesuai standard mutu dan keamanan pakan (SNI dan PTM – Persyaratan Teknis Minimal). Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam breeding dan genetik unggas telah menghasilkan produksi ternak yang cepat dan efisien. Dalam mengantisipasi hal tersebut beberapa produsen pakan menambahkan antibiotik imbuhan pakan atau pelengkap pakan. Namun, untuk menghasilkan pakan yang bermutu dan aman, penggunaan antibiotik imbuhan maupun pelengkap pakan harus sesuai dengan kaidah peraturan yang berlaku dan bertanggung jawab.
Memasuki tahun baru ini, Indonesia sudah benar-benar menghentikan penggunaan antibiotik imbuhan pakan (antibiotic growth promoter/AGP) untuk produksi ternak. Pemakaiannya yang dinilai sering tidak bertanggung jawab dan tidak sesuai kaidah peraturan yang berlaku dikhawatirkan menjadi berbahaya pada ternak yang produknya untuk dikonsumsi manusia.
“Karena saat ini arahnya mengacu pada feed security, yakni menjamin ketersediaan pakan unggas dan ternak ruminansia, serta feed safety, yaitu meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pakan yang diproduksi dan yang diedarkan. Itu yang akan kita awasi dan monitoring,” ujar Kasubdit Mutu Keamanan dan Pendaftaran Pakan, Direktorat Pakan Ternak, Kementerian Pertanian, Ir Joko Purwanto saat acara ASOHI di TMII Jakarta belum lama ini. *** (RBS)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi 282 Januari 2018.

Era Baru 2018 Bebas AGP

Bagi peternak modern dengan teknologi kandang closed house, lebih siap menghadapi tantangan bebas AGP, 
karena lingkungan challenge manajemen yang lebih rendah dan pemenuhan kebutuhan ayam yang lebih terjamin.

“The secret of change is to focus all of your energy, not on fighting the old, but on building the new ” (Socrates)

Ratusan tahun lalu Socrates seorang Filosof Yunani kuno telah merumuskan kunci menghadapi perubahan. Lalu bagaimana strategi menghadapi perubahan terhadap bebas AGP (Antibiotic Growth Promoter) 2018 di dalam industri perunggasan? Bagaimana cara menghadapinya? Apa strateginya? Tulisan ini akan mencoba membahas bagaimana mengoptimalkan sumber daya yang ada sebagai alternatif pengganti AGP di 2018.
Permentan No. 14/2017 sudah diketuk palu oleh pemerintah  menjadi momentum baru era perubahan industri peternakan di Indonesia. Mulai 1 Januari 2018 industri peternakan memasuki era perubahan menuju pakan tanpa AGP. Lalu apakah pelaku industri peternakan di Indonesia sudah siap?

Kasus Penyakit 2017
Kejadian penyakit bakterial yang disebabkan karena masalah manajemen  masih menjadi penyakit terbesar yang dihadapi oleh peternak Indonesia secara umum, seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini:

Sumber: Diolah dari berbagai sumber.

Artinya sebenarnya industri peternakan Indonesia masih belum sepenuhnya siap menghadapi era bebas antibiotik pada 2018. Bagi peternak modern dengan teknologi kandang closed house lebih siap menghadapi tantangan ini karena lingkungan challenge manajemen yang lebih rendah dan pemenuhan kebutuhan ayam yang lebih terjamin, seperti ventilasi oksigen, cahaya, suhu, pakan, air dan lain-lain, didukung dengan manajemen stress yang lebih baik. ***


Drh Sumarno
Head of Broiler Poultry Health
and Technical Support,
PT Sierad Produce, Tbk



Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi 282 Januari 2018.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer