Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini MEMINIMALISIR ANCAMAN TOKSIN PADA PAKAN TERNAK | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MEMINIMALISIR ANCAMAN TOKSIN PADA PAKAN TERNAK

Produksi telur dapat menurun akibat mikotoksin. (Foto: Istimewa)

Mikotoksin sangat berbahaya bagi kelangsungan performa di peternakan unggas. Kontaminasi mikotoksin pada unit usaha unggas apapun itu, dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar.

Ancaman Tak Terlihat
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh dimana saja dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan bagi mereka. Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya berkembang pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan, yakni jagung dan kacang kedelai.

Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase penggunaan jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia pun sangat tinggi. Jagung dapat digunakan 50-60%, sedangkan kedelai bisa 20%. Bayangkan ketika keduanya terkontaminasi oleh mikotoksin, tentunya akan berbahaya.

Sayangnya, kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin pada 2017 menununjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat terkontaminasi Deoksinivalenol/DON (Vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi dengan FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai dari Amerika Selatan terkontaminasi dengan DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka-angka tersebut sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.

Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan, apalagi pakan jadi, tentunya akan sangat merugikan baik produsen pakan maupun peternak.

Menurut salah seorang konsultan perunggasan, Tony Unandar, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan. Melainkan kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain, misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk dan pertumbuhan yang tidak merata, kemudian kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.

“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” kata Tony.

Dirinya menyarankan agar apabila ada kejadian penyakit di lapangan sebaiknya... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2020) (CR)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer