Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Arah Pembangunan Peternakan Indonesia, Menuju Swasembada Protein Hewani | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Arah Pembangunan Peternakan Indonesia, Menuju Swasembada Protein Hewani


Oleh: Drh I Ketut Diarmita MP
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional, pembangunan pertanian khususnya pada sektor peternakan pada intinya bertujuan untuk mencapai ketahanan pangan melalui penyediaan protein hewani asal ternak. Hal ini perlu diketahui publik khususnya insan pelaku usaha peternakan.

Indonesia akan menuju Swasembada Protein Hewani. Sumber protein hewani yang dikonsumsi masyarakat kita, berasal dari keanekaragaman ternak, tidak semata-mata bersumber dari daging sapi dan kerbau. Penguatan peningkatan produksi dan reproduktivitas selain sapi dan kerbau, kita juga mendorong bertumbuh kembangnya ternak kecil seperti kambing, domba, kelinci, unggas, sapi perah dan ikan.

Selaku Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, Saya berpandangan, ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengaksesnya (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun.

Terkait penyediaan protein hewani asal ternak, saat ini Indonesia telah mencapai swasembada daging ayam, bahkan telah mampu mengekspor telur ayam tetas (hatching eggs) ke Myanmar dan telah mengekspor daging ayam olahan ke Papua New Guinea.

Pemerintah Jepang dan Timor Leste juga telah menyetujui Indonesia untuk mengekspor daging ayam olahan ke negaranya, tinggal menunggu realisasi. Pemerintah terus melakukan upaya untuk membuka negara baru tujuan ekspor daging ayam olahan, untuk mencegah terjadinya kelebihan pasokan daging ayam di dalam negeri.

Sementara itu, untuk komoditas kambing dan domba, saat ini Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sedang proses persiapan ekspor ke Brunei Darussalam dan Malaysia.

Pemerintah terus mendorong masyarakat untuk diversifikasi konsumsi protein hewani, jadi tidak hanya menkonsumsi daging sapi atau kerbau saja, bisa daging ayam, telur, daging kambing/domba dan kelinci, bahkan ikan yang jumlahnya sangat melimpah. 

Esensi Upsus Siwab
Guna memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dan tercapainya swasembada protein hewani nasional, dilaksanakan percepatan peningkatan populasi sapi/kerbau. Ketersediaan produksi daging sapi lokal tahun 2018 belum mencukupi kebutuhan nasional. Prognosa produksi daging sapi di dalam negeri tahun 2018 sebesar 403.668 ton, namun perkiraan kebutuhan daging sapi di dalam negeri 2018 sebesar 663.290 ton. Sehingga kebutuhan daging sapi baru terpenuhi 60,9% dari daging sapi di dalam negeri.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), penyediaan sapi potong dan daging sapi dalam negeri selama ini 98% berbasis peternakan rakyat. Peternakan sebagai lokomotif pembangunan pertanian adalah suatu keniscayaan apabila 4.204.213 Rumah Tangga Peternak/RTP (Sensus Pertanian 2013) yang menguasai lebih dari 98% ternak di Indonesia tersebut diorganisasi dan dikonsolidasikan dengan baik.

Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pembiayaan di sub sektor peternakan khususnya sapi, diantaranya dengan memperbesar alokasi anggaran untuk peternakan sapi, di mana sejak 2017 alokasi APBN difokuskan kepada Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting). Dengan program yang dijalankan pemerintah, diharapkan produktivitas sapi lokal bisa meningkat.

Esensi Upsus Siwab adalah merubah pola pikir petani ternak kita, yang cara beternaknya selama ini masih bersifat sambilan, menuju kearah profit atau menguntungkan bagi dirinya. Sesungguhnya dalam roadmap pembangunan peternakan di Indonesia telah tertuang sasaran utama pengembangan sapi tahun 2045. Kita berupaya terus secara sungguh-sungguh untuk terwujudnya Indonesia sebagai lumbung pangan Asia.

Grand desain pengembangan sapi dan kerbau tahun 2045 akan dicapai melalui empat tahapan: 1) Swasembada dan Rintisan Ekspor akan dicapai pada 2022, 2) Ekspor akan dicapai pada 2026, 3) Pemantapan ekspor akan dicapai pada 2035, 4) Lumbung Pangan Asia akan dicapai pada 2045. Kebijakan pengembangan sapi adalah peningkatan populasi, sehingga share produksi daging lokal meningkat, meningkatnya kemampuan ekspor dan bertambahnya usaha sapi berskala komersil.

Pondasi untuk menuju swasembada daging sapi tahun 2022 yaitu dengan percepatan peningkatan populasi sapi, khususnya jumlah indukan sapi sebagai basis sumber produksi. Program Upsus Siwab yang diawali pada 2017, dengan target kebuntingan sapi/kerbau tiga juta ekor, dari aseptor sebanyak empat juta ekor.

Program tersebut diatur dalam peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/ PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting yang ditandatangani Menteri Pertanian pada 3 Oktober 2016. Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada daging yang ditargetkan oleh Presiden Joko Widodo tercapai pada 2022, serta mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam pemenuhan pangan asal hewan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat.

Upsus Siwab 2018 dilaksanakan melalui strategi optimalisasi pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) di 34 provinsi yang dibagi menjadi tiga bagian, 1) Daerah sentra sapi yang pemeliharaan dan IB-nya sudah dilaksanakan secara intensif, yaitu Jawa, Bali dan Lampung. 2) Daerah sentra peternakan dengan sistem pemeliharaan semi intensif (Sulawesi Selatan, Sumatera dan Kalimantan). 3) Daerah ekstensif yang tersebar di Provinsi NTT, NTB, Papua, Maluku, Sulawesi, NAD dan Kalimantan Utara. Tujuh provinsi yang menjadi tumpuan Upsus Siwab yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Upaya mewujudkan capaian tersebut yaitu Pertama, melakukan sosialisasi tentang program dan kegiatan tersebut baik pada jajaran pemerintah, akademisi, swasta dan masyarakat peternak. Kemudian mendorong kinerja petugas teknis di lapangan dengan melakukan bimbingan teknis pelaporan untuk petugas inseminator. Di samping itu, juga melakukan pelatihan petugas baru dibidang IB (inseminator, PKb dan ATR) dan menyediakan alat dan sarana IB, yaitu semen beku, N2 cair, kontainer, gun, plastik glove dan lain lain, serta menyediakan insentif berupa biaya operasional pelayanan kepada para petugas inseminator, PKb dan ATR.

Kedua, memperkuat aspek perbenihan dan perbibitan untuk menghasilkan benih dan bibit unggul berkualitas dan tersertifikasi dengan penguatan tujuh Unit PelaksanaTeknis (UPT) Perbibitan yaitu BPTU HPT (Balai Pembibitan Ternak Unggul) Padang Mangatas, BPTU HPT Siborong-borong, BPTU HPT Pelaihari, BPTU HPT Denpasar, BPTU HPT Sembawa, BPTU HPT Baturraden, BPTU HPT Indrapuri, dengan demikian diharapkan adanya peningkatan kualitas genetik dan populasi di masing-masing UPT Perbibitan.

Ketiga, penambahan indukan impor baik oleh pemerintah ataupun melalui peran dan kontribusi swasta (feedlotter) yang memasukkan indukan sebagai prasyarat impor sapi bakalan. Penambahan sapi indukan impor pengembangannya akan difokuskan pada enam UPT Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, yaitu BPTU-HPT Indrapuri, Siborong-borong, Sembawa, Padang Mangatas, Pelaihari dan BBPTU-HPT Baturraden, 39 UPTD provinsi/kabuapten/kota dan padang penggembalaan milik pemerintah daerah.

Keempat, pengembangan HPT (Hijauan Pakan Ternak) melalui penyediaan lahan/penanaman HPT seluas 338,5 ha pada 2018. Pengembangan HPT untuk pengembangan sapi potong juga dilakukan melalui pengembangan padang penggembalaan dengan target pembangunan seluas 200 ha pada 2018, melalui optimalisasi lahan ex-tambang dan kawasan padang penggembalaan di Indonesia Timur. Selain itu, juga dilakukan pemeliharaan terhadap 600 ha padang penggembalaan yang sudah dibangun oleh Ditjen PKH.

Kelima, penanganan gangguan reproduksi bertujuan untuk mempertahankan jumlah sapi betina produktif, sehingga angka jumlah akseptor yang akan dilakukan IB dan bunting meningkat. Target pelaksanaan gangguan reproduksi sebesar 200.000 ekor. Operasional pendanaan penanganan gangguan reproduksi dialokasikan pada delapan UPT Kesehatan Hewan (BBVet atau Bvet) dan lima provinsi, yaitu Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Lampung. Komponen penanganan gangguan reproduksi terdiri dari pelaksanaan identifikasi status reproduksi, pengadaan obat dan hormon.

Keenam, pengendalian pemotongan betina produktif, bekerjasama dengan Baharkam Mabes Polri, bertujuan untuk menurunkan jumlah pemotongan sapi betina produktif, menambah atau mempertahankan jumlah akseptor Upsus Siwab  dan menyelamatkan kelahiran pedet melalui pencegahan pemotongan sapi betina produktif bunting.

Pemerintah juga melakukan perbaikan sistem distribusi dan tataniaga yang belum efisien, salah satunya dengan fasilitasi kapal khusus ternak. Peran pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan struktur populasi ternaknya dan menginisiasi pembentukan wilayah sumber bibit pada daerah padat ternak. Sampai saat ini terdapat 11 sumber bibit dan pengembangan perbibitan di pulau terpilih.

Dalam pelaksanaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, perlu adanya dukungan dari semua pihak untuk mendukung sub sektor peternakan dan tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari pihak swasta serta masyarakat pada umumnya. ***

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer